Kamis, 25 September 2008

Kisah Kebaikan Pohon Kaktus





Sebatang pohon kaktus tumbuh di tengah-tengah gurun pasir yang luas. Tak ada
kaktus lain yang tumbuh di sana. Ia satu-satunya kaktus yang berdiri entah
di mana di gurun yang gersang itu. Kaktus itu merasa heran, untuk apa ia
tumbuh di tempat itu.

"Aku tak melakukan apa-apa selain berdiri di sini sepanjang hari," keluhnya.
"Lalu, apa gunanya aku ada di sini. Sepertinya aku adalah tanaman terburuk
yang tumbuh di gurun ini. Lihatlah, batang-batangku kurus dan berduri.
Daun-daunku kenyal seperti karet dan kasar. Kulitku tipis dan
berbenjol-benjol. Aku tak dapat memberikan apa-apa. Aku tak bisa menjadi
tempat berteduh ataupun buah yang segar bagi pengelana yang melintasi gurun
ini. Sepertinya aku ini sungguh tak berguna."

Memang, apa yang dilakukannya sepanjang hari hanyalah berdiri di bawah terik
matahari. Setiap hari ia tumbuh semakin tinggi dan gemuk. Kini duri-durinya
tumbuh semakin panjang, daun-daunnya semakin keras dan kasar. Ia tumbuh
terus hingga seluruh tubuhnya bertambah kenyal dan menggelembung di
sana-sini. Benar-benar kelihatan aneh sekali.

"Aku harap setidaknya aku bisa melakukan sesuatu yang berguna," bisiknya
sedih.

Pada siang hari seekor elang berputar-putar di ketinggian gurun dengan
gagahnya.

"Apa yang bisa aku lakukan dengan hidupku ini?" teriak kaktus pada elang.
Entah terdengar atau tidak, elang lalu terbang meninggalkannya.

Pada malam hari, bulan melayang di atas langit dan memancarkan sinar
pucatnya ke seluruh penjuru gurun.

"Hal baik apa yang bisa aku lakukan dalam hidupku in?" teriak kaktus pada
bulan. Tetapi bulan tetap menggantung di langit sepanjang malam.

Seekor kadal merayap di dekatnya meninggalkan jejak-jejak indah di atas
pasir.

"Hai kadal," seru kaktus. "Menurutmu manfaat apa yang bisa aku berikan dalam
hidupku ini?"

"Kau?" kadal terkekeh-kekeh. Ia diam sejenak. "Manfaat darimu? Tanyalah
sendiri mengapa kau tak bisa melakukan apa-apa. Lihatlah, elang bisa
melayang dengan indah di udara. Kita semua bisa mengagumi kemampuannya
meliuk-liuk di sana. Lihatlah, bulan tergantung di langit seperti lentera di
malam hari. Cahayanya menerangi kita agar bisa kembali pulang ke rumah.
Bahkan, aku, kadal tanah masih bisa melakukan sesuatu yang berguna.
Jejak-jejakku menghiasi pasir gurun ini. Tapi kau? Kau tak melakukan apa-apa
selain berdiri dengan buruknya di situ setiap hari."

Begitulah terus hingga bertahun-tahun. Pada akhirnya, ketika sang kaktus
telah menjadi tua. Usianya mungkin tinggal sebentar lagi. Ia merasa sesuatu
terjadi pada tubuhnya. "Oh Tuhan," jeritnya. "Aku telah berusaha dengan
keras bertahun-tahun agar menjadi sesuatu yang berguna. Maafkan aku bila aku
gagal melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi gurun ini. Aku takut aku telah
terlambat."

Tapi pada saat itu, tubuhnya terguncang dan bergetar dengan hebat. Dari
dalam tubuhnya muncul dan mekarlah sebongkah bunga yang indah, bagaikan
mahkota cantik di atas kerumunan kelopak bunga. Belum pernah gurun itu
melihat bunga yang cantik seperti itu. Angin yang mencium wewangian aroma
bunga itu terkagum-kagum dan segera menyebarkannya agar bisa dinikmati oleh
seluruh penjuru gurun. Kupu-kupu yang selama ini tidak menjauh, kini
mengerubungi mengagumi kecantikan bunga kaktus. Di malam hari bulan sengaja
memayungi bunga kaktus sehingga menciptakan bayangan yang anggun.

Keindahan bunga itu kini melenyapkan seluruh keputus-asaan sang kaktus
selama ini. Pada akhirnya ia bisa memberikan sesuatu yang berguna bagi gurun
ini, bagi kehidupan ini.

Seorang pengelana yang melintasi berbisik padanya, "Kaktus, kau telah
menunggu sekian lama. Kini menjelang hayatmu, akhirnya kau berhasil
mempersembahkan sesuatu bagi kita semua. Tahukah kau, bahwa hati yang
senantiasa mencari kebaikan pada akhirnya akan memberikan kebaikan pula. Tak
peduli bagaimana wujud dan kerasnya kerjamu. Karena hanya kebaikanlah yang
dapat memberikan kebahagiaan, meski hanya sejenak." Ketika sang kaktus
menatap wajah pengelana itu, tiba-tiba pengelana itu lenyap menjadi asap dan
membumbung tinggi ke langit.

Ibu melahirkan kita sambil menangis kesakitan. Masihkah Kita menyakitinya?
Masih mampukah kita tertawa melihat penderitaannya?
Mencaki makinya?
Melawannya?
Memukulnya?
Mengacuhkannya?
Meninggalkannya?
Ibu tidak pernah mengeluh membersihkan kotoran kita waktu masih kecil,
Memberikan ASI waktu kita bayi,
Mencuci celana kotor kita,
Menahan derita,
Menggendong kita sendirian.
SADARILAH bahwa di dunia ini nggak ada 1 orangpun yang mau mati demi IBU, tetapi…..
Beliau justru satu-satunya orang yang bersedia mati untuk melahirkan kita….
Kirimkan ke 10 orang agar IBU KITA PANJANG UMUR…
Semoga sehat dan panjang umur, mama…

-----------

Dalam pengalaman memberitakan Injil di beberapa mall di Surabaya, cukup sulit untuk mendekati pengunjung all yang terus bergerak. Hawthorne Mall, salah satu mall yang terletak tidak terlalu jauh dari Trinity, cukup strategis dalam hal ini karnea di beberapa lokasi tersedia sofa maupun bangku yang cukup nyaman, dan umumnya hampir selalu ada pengunjung yang duduk-duduk di sana.



Pada satu kesempatan, saya bertemu seorang pemuda yang sedang duduk di salah satu sofa yang disediakan. Pemuda ini masih cukup belia, belum sampai dua puluh tahun dalam taksiran saya. Yang menarik perhatian saya, di samping pemuda ini terdapat sebuah tabung oksigen berukuran sedang, lengkap dengan selang yang terhubung ke lubang hidungnya. Setelah memperkenalkan diri dan meminta izin untuk berbicara, saya mulai dengan mencari tahu apakah dia sudah lahir baru atau belum. Karena dia ternyata telah sungguh-sungguh mengenal Kristus, saya mulai mengalihkan perhatian pada kondisinya yang bagi saya cukup ganjil.



Dari cerita pemuda ini, saya tahu bahwa dia mengalami problema paru-paru dan harus menjalani operasi besar beberapa tahun yang lalu. Pada saat itu dokter mengatakan bahwa tidak ada lagi yang bisa diharapkan. Tetapi setelah sejumlah orang dari gereja orang tuanya datang mendoakan, keadaan berubah, dan dia bisa bertahan hidup hingga hari ini. Dia bercerita bagaimana peristiwa ini mendekatkan dirinya kepada Tuhan. Meskipun tidak berarti dia sembuh total dan meskipun beberapa saat yang lalu dia baru saja menjalani operasi yang kedua, dia tetap berharap dan berencana untuk melanjutkan studi pada semester depan?



Pemuda ini ternyata memiliki seorang teman dekat. Gadis ini tinggal di dekat rumahnya dan mereka sudah saling mengenal sejak lama, sebelum dia terdeteksi menderita problema paru-paru kronis. Tetapi yang mencengangkan saya mereka berpacaran baru beberapa bulan yang lalu! Gadis inilah yang mendampingi dia di dalam pergumulannya. Dan gadis ini pula yang mengantarkan dia ke mall karena menurut anjuran dokter, sangat baik kalau dia bisa keluar rumah dan mendapatkan udara segar.



Beberapa bulan studi di Amerika, entah telah berapa kali saya mendengar mengenai berita perceraian. Yang memprihatinkan, tingkat perceraian di antara pasangan Kristen di Amerika hanya sekitar tiga persen lebih rendah dari mereka yang bukan Kristen! Karena itu sangat menghiburkan ketika mengetahui sepasang pemuda dan pemudi Kristen di sini bisa menjadi kesaksian yang hidup. Saya sungguh berharap dan berdoa kiranya pasangan muda ini benar-benar dipakai untuk mendatangkan berkat bagi banyak orang. Soli Deo Gloria.


---------

Renungan: Persembahan Dari Seorang Pemurah
Seorang remaja duduk di gereja untuk mengikuti misa.


Pada saat kotak persembahan diedarkan, ia dengan segera membuka dompetnya dan memasukkan seribu rupiah ke dalam kotak persembahan itu.

Tiba-tiba, seorang bapak yang duduk dibelakangnya menepuk pundaknya dan memberikan uang 100 ribu kepada remaja itu. Remaja itu tersenyum, memasukkan uang 100 ribu itu ke dalam kotak persembahan, dan menatap sekilas dengan rasa kagum pada bapak yang sangat pemurah itu.

Tak lama kemudian Bapak dibelakangnya kembali menepuk pundaknya dan dia mendengar bisikan dari arah belakang: "Nak, uang 100 ribu itu tadi jatuh dari dompetmu."

Tidak ada komentar: