Ketika saya libur kerja dan mengantarkan anak yang masih sekolah TK,senang sekali melihat anak-anak kecil yang sedang bermain, berlarian,
berbagi dan berebut mainan, berbagi dan berebut mainan. Tanpa terasa
hati ini mengembang dan dipenuhi perasaan senang, bahagia dan cinta
kasih. Mungkin rasa itu tertular dari kegembiraan, keceriaan,
kepolosan anak-anak itu.
Sungguh sebuah pemandangan yang indah, sungguh sebuah pelajaran yang
indah diberikan oleh TUHAN, kenapa begitu?
Saya seperti diingatkan oleh TUHAN, begitulah AKU memandang kalian
dalam kehidupan ini.
Meskipun dalam interaksi mereka, para anak-anak itu kadang membuat ada
yang menangis karena jatuh, menangis karena berebut mainan, berebut
makanan, rasa cinta kasih didada ku saat melihat hal itu sama sekali
tidak berkurang.
Tidak ada rasa berkepihakan pada salah satu dari mereka. Meskipun
kadang gemas dengan ulah mereka yang lebih aktif dan kreatif, dalam
suasana hati dan kesadaran yang lebih tinggi, sebagai orang tua yang
lebih dewasa, lebih berpengalaman, tetap saya merasa bisa melihat itu
semua dengan arif, penuh pengertian, penuh cinta kasih.
Meskipun kadang merasa harus ada yang di beritahu, diingatkan, di
'hukum', tetap dalam koridor penuh rasa kasih sayang.
Terlintas dalam benakku, pada saat kita ini bertengkar, berebut,
saling tidak mengalah, bagaimanakah Tuhan memandang seluruh rangkaian
kejadian itu, dipihak manakah Tuhan akan berpihak? karena kadang aku
sering egois, Ya Tuhan, bukankah aku yang benar? tolong balaskan rasa
sakit hatiku ini !
Terlintas dalam benakku, bagaimana bila state kesadaran yang lebih
tinggi ini saya bawa untuk melihat rangkaian kejadian, baik dimasa
lalu maupun sekarang ini.
Melihat rangkaian kejadian itu/ini dengan penuh rasa kebijaksanaan,
kedewasaan yang lebih tinggi, rasa kemengertian, rasa cinta kasih.
Ketika kualihkan pandanganku ke jalanan didepan sekolah, melihat para
penjaja makanan dengan transaksinya, melihat lalu lalang mobil, calo
angkot, dengan mempertahankan state kesadaran yang lebih tinggi,
ternyata nikmat sekali.
Wajah kusuh berpeluh, wajah tegang masam, wajah muram, bunyi klakson
dan knalpot, ternyata bisa terlihat sebagai rangkaian gambar dan musik
yang indah. Udara yang terhirup bisa semakin segar, panas matahari di
kulit serasa menghangatkan jiwa, bangunan dan pepohonan bak lukisan
yang tiada tara indahnya, langit yang luas dihiasi awan dan burung,
semakin melapangkan hati.
Ahhh, ... tidak peduli dengan definisi, teori yang menyibukkan kepala,
hanya nikmati .. rasakan .. dengan kesadaran yang lebih tinggi.
Tentunya Tuhan tidak sia-sia menjadikan segenap perkara ini, rangkaian
kejadian dan penciptaan alam semesta ini.
Ahhh .. semoga aku semakin bersyukur.
------------
Surat kecil untuk Tuhan, surat terakhir gadis remaja penderita kanker
ganas
Tuhan ..
Andai aku bisa kembali..
Aku tidak ingin ada tangisan di dunia ini.
Tuhan ..
Andai aku bisa kembali
Aku tidak ingin ada hal yang sama terjadi padaku ,terjadi pada siapapun.
Cuplikan itu menjadi sedikit bait dari sebuah tulisan yang ditulis
seorang remaja penderita kanker Rabdomiosarkoma atau kanker jaringan
lunak. Sebuah kanker ganas yang menyerang pada bagian wajah seorang
gadis remaja bernama Gita Sesa Wanda Cantika. Umurnya masih 13 tahun
saat dokter mengatakan kepada ayahnya bahwa putrinya hanya dapat
bertahan selama 5 hari bila tidak melakukan operasi segera.
Hati ayah mana yang tidak hancur ketika tau jalannya operasi itu harus
membuat sang putri kehilangan sebagian wajahnya. Sedangkan sang putri
mulai bertanya mengapa diwajahnya mulai tumbuh gumpalan sebesar buah
kelapa. Tak ingin melukai hati anaknya, sang ayah berserta keluarga
merahasiakan kanker itu pada Keke, panggilan gadis remaja aktif dengan
sejuta prestasi model dan tarik suara. Namun perlahan Keke mulai
menyadari dirinya bukan sakit biasa, ia sadar hidupnya tak mungkin
akan bertahan lama dengan pandangan mata yang mulai buta oleh kanker.
Walau akhirnya ia tau ia terserang kanker ganas, ia pasrah dan tidak
marah pada siapapun yang merahasiakan penyakit maut itu padanya. Ia
memberikan senyum kepada siapapun dan menunjukkan perjuangannya bahwa
dengan kanker diwajahnya ia masih mampu berprestasi dan hidup normal
di bangku sekolah. Tuhan menunjukkan kebesaran hati dengan memberikan
nafas panjang padanya untuk lepas dari kanker itu sesaat.
Perjuangan Keke melawan kanker membuahkan hasil, Kebesaran Tuhan
membuatnya dapat bersama dengan keluarga serta sahabat yang ia cintai
lebih lama. Keberhasilan Dokter Indonesia menyembuhkan kasus kanker
yang baru pertama kali terjadi pada putri Indonesia ini menjadi
prestasi yang membanggakan sekaligus membuat semua Dokter di Dunia
bertanya-tanya.
Namun kanker itu kembali setelah sebuah pesta kebahagiaan sesaat, Keke
sadar nafasnya di dunia ini semakin sempit. Ia tidak marah pada Tuhan,
ia bersyukur mendapatkan sebuah kesempatan untuk bernafas lebih lama
dari vonis 5 hari bertahan hingga 3 tahun lamanya. Dokter menyerah
terhadap kankernya, di nafasnya terakhir ia menuliskan sebuah surat
kecil kepada Tuhan. Surat yang penuh dengan kebesaran hati remaja
Indonesia yang berharap tidak ada air mata lagi di dunia ini terjadi
padanya, terjadi pada siapapun.
Nafasnya telah berakhir 25 desember 2006 tepat setelah ia menjalankan
ibadah puasa dan idul fitri terakhir bersama keluarga dan
sahabat-sahabatnya, namun kisahnya menjadi abadi. Ribuan air mata
berjatuhan ketika biografi pertamanya dikeluarkan secara online. Pesan
Keke terhadap dunia berhasil menyadarkan bahwa segala cobaan yang
diberikan Tuhan adalah sebuah keharusan yang harus dijalankan dengan
rasa syukur dan beriman. Perjalanan waktu, biografi Keke pun
dipasarkan secara luas. Ditulis oleh Agnes Davonar, buku yang penuh
dengan hikmah dan ketulusan ini diberi judul " SURAT KECIL UNTUK
TUHAN" ini menjadi buku kedua penulis yang memulai kariernya dari
sebuah blogger dengan situs http://lieagneshend ra.blogs. friendster. com.
Misi kemuliaan buku ini cukup tergambar dengan menyumbangkan sebagian
dari hasil penjualan ini kepada yayasan yang bernaung membantu
penderita Kanker di Indonesia. Bahkan, buku ini diedarkan di luar
negeri dengan permintaan penerbit asal Taiwan dibawah bendera
Suaraindo, yang merupakan tabloid berbahasa Indonesia, akan terbit
bulan September awal. Sedangkan Di Indonesia sendiri akan diedarkan
minggu ketiga Agustus. Sebuah soundtrak yang dinyanyikan oleh penyanyi
cilik Indonesia Ferel dengan judul " Sbab kau menjagaku" menambah arti
kisah perjalanan gadis remaja yang mendapatkan penghargaan sebagai
siswa teladan Indonesia dari pemerintah Indonesia.
Agnes davonar sendiri mengakui, air matanya tak pernah berhenti ketika
menuliskan buku ini, sehingga ia berharap buku ini dapat menjadi
sebuah semangat bagi siapapun orang yang mengalami sebuah cobaan dari
Tuhan agar tetap bersyukur dan pasrah. Ayah Agnes davonar juga
meninggal karena sebuah kanker paru-paru sehingga ia begitu
bersemangat menuliskan kisah ini sejak 2 tahun silam dan akhirnya buku
ini dapat diedarkan secara luas. Sebuah penantian panjang tentang
sebuah keimanan yang layak untuk anda miliki
Well , membaca kisah ini membuat saya seolah anak kecil yang rindu
akan kasih Tuhan. Buku ini sendiri mencetak rekor penjualan 2000 buku
pada penjualan hari pertama. Saya menjadi pengkoleksi sejati..mungkin
anda juga harus bila anda menyakini diri anda telah sadar akan
kebesaran Tuhan
__._,_.
Sejak bekerja saya tidak pernah lagi berkunjung ke Perpustakaan Soemantri Brodjonegoro di Jalan Rasuna Said, Jakarta . Tapi, suatu hari ada kerinduan dan dorongan yang luar biasa untuk ke sana . Bukan untuk baca buku, melainkan makan gado-gado di luar pagar perpustakaan. Gado-gado yang dulu selalu membuat saya ngiler. Namun baru dua tiga suap, saya merasa gado-gado yang masuk ke mulut jauh dari bayangan masa lalu. Bumbu kacang yang dulu ingin saya jilat sampai piringnya mengkilap, kini rasanya amburadul. Padahal ini gado-gado yang saya makan dulu. Kain penutup hitamnya sama. Penjualnya juga masih sama. Tapi mengapa rasanya jauh berbeda?
Malamnya, soal gado-gado itu saya ceritakan kepada istri. Bukan soal rasanya yang mengecewakan, tetapi ada hal lain yang membuat saya gundah.
Sewaktu kuliah, hampir setiap siang, sebelum ke kampus saya selalu mampir ke perpustakaan Soemantri Brodjonegoro. Ini tempat favorit saya. Selain karena harus menyalin bahan-bahan pelajaran dari buku-buku wajib yang tidak mampu saya beli, berada di antara ratusan buku membuat saya merasa begitu bahagia. Biasanya satu sampai dua jam saya di sana . Jika masih ada waktu, saya melahap buku-buku yang saya minati. Bau harum buku, terutama buku baru, sungguh membuat pikiran terang dan hati riang. Sebelum meninggalkan perpustakaan, biasanya saya singgah di gerobak gado-gado di sudut jalan, di luar pagar. Kain penutupnya khas, warna hitam. Menurut saya, waktu itu, inilah gado-gado paling enak seantero Jakarta . Harganya Rp 500 sepiring sudah termasuk lontong. Makan sepiring tidak akan pernah puas. Kalau ada uang lebih, saya pasti nambah satu piring lagi. Tahun berganti tahun. Drop out dari kuliah, saya bekerja di Majalah TEMPO sebagai reporter buku Apa dan Siapa Orang Indonesia . Kemudian pindah menjadi reporter di Harian Bisnis Indonesia . Setelah itu menjadi redaktur di Majalah MATRA. Karir saya terus meningkat hingga menjadi pemimpin redaksi di Harian Media Indonesia dan Metro TV.
Sampai suatu hari, kerinduan itu datang. Saya rindu makan gado-gado di sudut jalan itu. Tetapi ketika rasa gado-gado berubah drastis, saya menjadi gundah. Kegundahan yang aneh. Kepada istri saya utarakan kegundahan tersebut. Saya risau saya sudah berubah dan tidak lagi menjadi diri saya sendiri. Padahal sejak kecil saya berjanji jika suatu hari kelak saya punya penghasilan yang cukup, punya mobil sendiri, dan punya rumah sendiri, saya tidak ingin berubah. Saya tidak ingin menjadi sombong karenanya.
Hal itu berkaitan dengan pengalaman masa kecil saya di Surabaya . Sejak kecil saya benci orang kaya. Ada kejadian yang sangat membekas dan menjadi trauma masa kecil saya. Waktu itu umur saya sembilan tahun. Saya bersama seorang teman berboncengan sepeda hendak bermain bola. Sepeda milik teman yang saya kemudikan menyerempet sebuah mobil. Kaca spion mobil itu patah.
Begitu takutnya, bak kesetanan saya berlari pulang. Jarak 10 kilometer saya tempuh tanpa berhenti. Hampir pingsan rasanya. Sesampai di rumah saya langsung bersembunyi di bawah kolong tempat tidur. Upaya yang sebenarnya sia-sia. Sebab waktu itu kami hanya tinggal di sebuah garasi mobil, di Jalan Prapanca. Garasi mobil itu oleh pemiliknya disulap menjadi kamar untuk disewakan kepada kami. Dengan ukuran kamar yang cuma enam kali empat meter, tidak akan sulit menemukan saya. Apalagi tempat tidur di mana saya bersembunyi adalah satu-satunya tempat tidur di ruangan itu. Tak lama kemudian, saya mendengar keributan di luar. Rupanya sang pemilik mobil datang. Dengan suara keras dia marah-marah dan mengancam ibu saya. Intinya dia meminta ganti rugi atas kerusakan mobilnya.
Pria itu, yang cuma saya kenali dari suaranya yang keras dan tidak bersahabat, akhirnya pergi setelah ibu berjanji akan mengganti kaca spion mobilnya. Saya ingat harga kaca spion itu Rp 2.000. Tapi uang senilai itu, pada tahun 1970, sangat besar. Terutama bagi ibu yang mengandalkan penghasilan dari menjahit baju. Sebagai gambaran, ongkos menjahit baju waktu itu Rp 1.000 per potong. Satu baju memakan waktu dua minggu. Dalam sebulan, order jahitan tidak menentu. Kadang sebulan ada tiga, tapi lebih sering cuma satu. Dengan penghasilan dari menjahit itulah kami – ibu, dua kakak, dan saya – harus bisa bertahan hidup sebulan.
Setiap bulan ibu harus mengangsur ganti rugi kaca spion tersebut. Setiap akhir bulan sang pemilik mobil, atau utusannya, datang untuk mengambil uang. Begitu berbulan-bulan. Saya lupa berapa lama ibu harus menyisihkan uang untuk itu. Tetapi rasanya tidak ada habis-habisnya. Setiap akhir bulan, saat orang itu datang untuk mengambil uang, saya selalu ketakutan. Di mata saya dia begitu jahat. Bukankah dia kaya? Apalah artinya kaca spion mobil baginya? Tidakah dia berbelas kasihan melihat kondisi ibu dan kami yang hanya menumpang di sebuah garasi?
Saya tidak habis mengerti betapa teganya dia. Apalagi jika melihat wajah ibu juga gelisah menjelang saat-saat pembayaran tiba. Saya benci pemilik mobil itu. Saya benci orang-orang yang naik mobil mahal. Saya benci orang kaya.
Untuk menyalurkan kebencian itu, sering saya mengempeskan ban mobil-mobil mewah. Bahkan anak-anak orang kaya menjadi sasaran saya. Jika musim layangan, saya main ke kompleks perumahan orang-orang kaya. Saya menawarkan jasa menjadi tukang gulung benang gelasan ketika mereka adu layangan. Pada saat mereka sedang asyik, diam-diam benangnya saya putus dan gulungan benang gelasannya saya bawa lari. Begitu berkali-kali. Setiap berhasil melakukannya, saya puas. Ada dendam yang terbalaskan.
Sampai remaja perasaan itu masih ada. Saya muak melihat orang-orang kaya di dalam mobil mewah. Saya merasa semua orang yang naik mobil mahal jahat. Mereka orang-orang yang tidak punya belas kasihan. Mereka tidak punya hati nurani.
Nah, ketika sudah bekerja dan rindu pada gado-gado yang dulu semasa kuliah begitu lezat, saya dihadapkan pada kenyataan rasa gado-gado itu tidak enak di lidah. Saya gundah. Jangan-jangan sayalah yang sudah berubah. Hal yang sangat saya takuti. Kegundahan itu saya utarakan kepada istri. Dia hanya tertawa. ''Andy Noya, kamu tidak usah merasa bersalah. Kalau gado-gado langgananmu dulu tidak lagi nikmat, itu karena sekarang kamu sudah pernah merasakan berbagai jenis makanan. Dulu mungkin kamu hanya bisa makan gado-gado di pinggir jalan. Sekarang, apalagi sebagai wartawan, kamu punya kesempatan mencoba makanan yang enak-enak. Citarasamu sudah meningkat,'' ujarnya. Ketika dia melihat saya tetap gundah, istri saya mencoba meyakinkan, "Kamu berhak untuk itu. Sebab kamu sudah bekerja keras."
Tidak mudah untuk untuk menghilangkan perasaan bersalah itu. Sama sulitnya dengan meyakinkan diri saya waktu itu bahwa tidak semua orang kaya itu jahat. Dengan karir yang terus meningkat dan gaji yang saya terima, ada ketakutan saya akan berubah. Saya takut perasaan saya tidak lagi sensisitif. Itulah kegundahan hati saya setelah makan gado-gado yang berubah rasa. Saya takut bukan rasa gado-gado yang berubah, tetapi sayalah yang berubah. Berubah menjadi sombong.
Ketakutan itu memang sangat kuat. Saya tidak ingin menjadi tidak sensitif. Saya tidak ingin menjadi seperti pemilik mobil yang kaca spionnya saya tabrak.
Kesadaran semacam itu selalu saya tanamkan dalam hati. Walau dalam kehidupan sehari-hari sering menghadapi ujian. Salah satunya ketika mobil saya ditabrak sepeda motor dari belakang. Penumpang dan orang yang dibonceng terjerembab. Pada siang terik, ketika jalanan macet, ditabrak dari belakang, sungguh ujian yang berat untuk tidak marah. Rasanya ingin melompat dan mendamprat pemilik motor yang menabrak saya. Namun, saya terkejut ketika menyadari yang dibonceng adalah seorang ibu tua dengan kebaya lusuh. Pengemudi motor adalah anaknya. Mereka berdua pucat pasi. Selain karena terjatuh, tentu karena melihat mobil saya penyok.
Hanya dalam sekian detik bayangan masa kecil saya melintas. Wajah pucat itu serupa dengan wajah saya ketika menabrak kaca spion. Wajah yang merefleksikan ketakutan akan akibat yang harus mereka tanggung. Sang ibu, yang lecet-lecet di lutut dan sikunya, berkali-kali meminta maaf atas keteledoran anaknya. Dengan mengabaikan lukanya, dia berusaha meluluhkan hati saya. Setidaknya agar saya tidak menuntut ganti rugi. Sementara sang anak terpaku membisu. Pucat pasi. Hati yang panas segera luluh. Saya tidak ingin mengulang apa yang pernah terjadi pada saya. Saya tidak boleh membiarkan benih kebencian lahir siang itu. Apalah artinya mobil yang penyok berbanding beban yang harus mereka pikul.
Maka saya bersyukur. Bersyukur pernah berada di posisi mereka. Dengan begitu saya bisa merasakan apa yang mereka rasakan. Setidaknya siang itu saya tidak ingin lahir sebuah benih kebencian. Kebencian seperti yang pernah saya rasakan dulu. Kebencian yang lahir dari pengalaman hidup yang pahit.
www.adasiwi. wordpress. com
- S i W i -
------------
Bila kata psikopat disebut, pikiran mungkin langsung melayang pada Sosok rian, pembunuh berantai sosok "sempurna" dan 'normal" yang jauh lebih jahat dari penampilannya. Seperti Ryan, seorang psikopat memang kerap menipu lewat penampilan.
seorang psikopat profesional di bidangnya. Ada yang dokter, psikiater, psikolog, penegak hukum, wartawan, pemuka agama, politikus, penggiat LSM, pendidik, ibu rumah tangga. Tak ketinggalan, mereka juga punya banyak julukan. Mulai dari yang keren sampai menyeramkan, seperti a white collar crime, the best actor, atau "serigala berbulu domba". Dalam kasus kriminal, psikopat dikenali sebagai pembunuh, pemerkosa, dan koruptor. Namun, ini hanyalah 15-20 persen dari total psikopat. Selebihnya adalah pribadi yang berpenampilan sempurna, pandai bertutur kata, mempesona, mempunyai daya tarik luar biasa dan menyenangka
Psikopat secara harfiah berarti sakit jiwa. Pengidapnya juga sering disebut sebagai Sosiopat karena prilakunya yang antisosial dan merugikan orang-orang terdekatnya. Psikopat adalah bentuk kekacauan mental ditandai tidak adanya integrasi pribadi; orangnya tidak pernah bisa bertanggung jawab secara moral, selalu konflik dengan norma sosial dan hukum (karena sepanjang hayatnya dia hidup dalam lingkungan sosial yang abnormal dan immoral)
Psikopat berasal dari kata psyche yang berarti jiwa dan pathos yang berarti penyakit. Psikopat tak sama dengan gila (skizofrenia/ psikosis) karena seorang psikopat sadar sepenuhnya atas perbuatannya. Gejalanya sendiri sering disebut dengan psikopati, pengidapnya seringkali disebut "orang gila tanpa gangguan mental". Menurut penelitian sekitar 1% dari total populasi dunia mengidap psikopati. Pengidap ini sulit dideteksi karena sebanyak 80% lebih banyak yang berkeliaran daripada yang mendekam di penjara atau dirumah sakit jiwa, pengidapnya juga sukar disembuhkan [1].
adakah cara mengenali para psikopat yang berkeliaran itu? Secara klinis, jelas tak mudah, karena untuk sampai pada kesimpulan seseorang tergolong psikopat atau bukan.
"Harus melalui proses panjang dan sulit. Diagnostik sahih mesti disimpulkan setelah usia orang yang dicurigai lebih dari 18 tahun," papar dr. Suryantha Chandra, Sp.KJ, kepala Sanatorium Dharmawangsa, Jakarta.
Sampai saat ini, pasien yang ditangani Sanatorium Dharmawangsa, yang akhirnya disimpulkan sebagai psikopat, rata-rata berusia antara 25 - 35 tahun. Sebuah rentang usia produktif. Sedangkan jumlahnya kurang dari 10% dari seluruh pasien yang datang.
Psikopat berbeda dengan orang normal dan berbeda dari pelaku kriminal yang 'normal'. Tidak hanya berbeda karena tindakannya tetapi berbeda secara emosi, motivasi, dan proses berpikir. Pertama, perilaku mereka bukan sekedar perilaku impulsif, tetapi hampir tanpa motivasi atau dimotivasi oleh tujuan yang tidak dimengerti. Kedua, psikopat mempunyai emosi yang dangkal.
Pada dasarnya, psikopat adalah sebutan singkat untuk gangguan kejiwaan, yang awalnya dikenali sebagai kenakalan remaja dan gangguan kepribadian antisosial (emosi dangkal, gampang meledak-ledak, tak bertanggungjawab, berpusat pada diri sendiri, serta kekurangan empati dan rasa sesal).
bila anda atau orang terdekat anda sedikitnya melakukan tiga dari tujuh ciri khas berikut ini:
(1) gagal mengikuti norma sosial dan hukum, hingga berkali-kali ditahan pihak berwajib,
(2) berulang-ulang berbohong, menggunakan berbagai alasan, lihai bicara, menipu untuk keuntungan pribadi atau sekadar bersenang-senang.
(3) meledak-ledak dan tak punya perencanaan, kalau ingin sesuatu, harus saat itu juga dilakukan, (4) mudah tersinggung dan berangasan, sehingga sering terlibat penyerangan atau adu jotos,
(5) tak peduli keselamatan diri sendiri atau orang lain,
(6) tak bertanggungjawab, misalnya kerja sering tak beres dan ngemplang utang,
(7) nyaris tak punya rasa sesal dan bersalah setelah menyakiti, menganiaya bahkan mencuri.
anda harus waspada karena ini merupakan gejala anda atau orang terdekat anda terkena psikopat.
Psikopat berbeda dengan orang normal dan berbeda dari pelaku kriminal yang 'normal'. Tidak hanya berbeda karena tindakannya tetapi berbeda secara emosi, motivasi, dan proses berpikir. Pertama, perilaku mereka bukan sekedar perilaku impulsif, tetapi hampir tanpa motivasi atau dimotivasi oleh tujuan yang tidak dimengerti. Kedua, psikopat mempunyai emosi yang dangkal.Psikopat biasanya memiliki IQ yang tinggi.
Mereka kekurangan cinta, kesetiaan, kekurangan empati, dan rasa tidak bersalah. mereka tidak bisa melakukan penilaian dan tidak bisa belajar dari kesalahan dalam pengalaman hidup. Psikopat tidak memikirkan konsekuensi dari perilakunya. Misalnya orang normal, ketika mendapat hukuman dari tindakannya, akan berhenti untuk melakukan tindakan tersebut atau akan mengulangnya tapi dalam cara agar tidak ketahuan oleh orang lain. Sedangkan orang psikopat, akan terus mengulang lagi dan lagi, dengan cara yang sama, meskipun mereka telah dihukum karena melakukan tindakan itu. Jadi, mungkin jika Ryan atau siapapun adalah seorang psikopat, penjara tidak akan membuatnya jera (tapi sepertinya kemungkinan dieksekusi lebih besar dibandingkan ia dipenjara 20 tahun) Terakhir, para psikopat terlihat meyakinkan dari luar. Maksudnya, karena mereka tidak memiliki perasaan cemas dan perasaan bersalah, mereka bisa berbohong, mencuri, berbuat curang, dan lainnya. Ini mendukung pernyataan seorang psikolog yang pernah diwawancara (itu lho psikolog yang duduk di kursi roda) bahwa Ryan membunuh karena dia cemburu dengan pasangan homoseksualnya itu bohong besar. Itu hanya alibi untuk menutupi perilakunya atau trigger dari perilakunya. Dan jangan percaya dengan tampilan kalem dan lemah lembutnya karena orang psikopat mampu mengontrol sikapnya.
psikopat percaya bahwa seluruh dunia melawannya. Ada juga pembunuh psikopat yang membunuh korbannya bukan untuk memuaskan keinginannya membunuh, tapi mereka membutuhkan seorang teman. Seperti Dennis Nilsen - pelaku psikopat - yang berkata bahwa ia merasa nyaman tinggal dengan mayat daripada hidup dengan orang lain karena mayat tidak akan mengacuhkannya. Ini menjelaskan kalau ia merasa kesepian dan mengalami isolasi sosial sebagai hal yang sangat menyakitkan, namun diekspresikan dengan kekerasan.
psikopat tidak hanya ada di penjara, di ruang sidang pengadilan, atau pada kisah "pwmbunuhan",
Penelitian menyatakan bahwa satu persen populasi orang dewasa yang bekerja adalah psikopat di tempat kerjanya. lewat berbohong, mencurangi, mencuri, mememanipulasi, mengorbankan dan menghancurkan para rekan kerja, serta kesemuanya tanpa rasa salah maupun penyesalan.
mereka yang disebut organisasional psikopat, berkembang pesat di dunia bisnis, di mana kezaliman dan nafsu mereka tidak saja mereka salah-artikan sebagai ambisi dan keterampilan memimpin, namun juga sebagai sesuatu yang dihargai melalui promosi, bonus dan kenaikan upah.
"psikopat di tempat kerja berpikir layaknya psikopat kriminal. Mereka berusaha sekeras-kerasnya demi mereka sendiri. Perbedaan keduanya adalah, psikopat kriminal menghancurkan korban secara fisik, sedangkan psikopat tempat kerja menghancurkan korbannya secara psikologis," Mereka tidak peduli. Mereka tidak berpikir dirinya adalah psikopat. Mereka tidak berpikir apa yang sedang dilakukan adalah salah. Mereka hanya berpikir dirinya pintar, dan jika semua orang secerdas mereka, semuanya pun akan melakukan hal serupa," katanya.
Penanganan dan pengobatan penyandang psikopat minimal memakan waktu tiga tahun. Sanatorium Dharmawangsa menegaskan, pengobatan pasien dengan gangguan jiwa ini tak ada penyelesaiannya. Artinya, penanganan dan pengobatan harus dilakukan terus-menerus, dengan kerja sama banyak pihak, karena masalahnya tak selalu mudah.
Sistem pendidikan yang hanya mengejar prestasi, juga bisa memicu tumbuhnya pribadi psikopat. Bila tiap anak dituntut menjadi nomor satu, sementara ia sadar kemampuannya terbatas, apa yang terpikir olehnya untuk mencapai tujuan itu? Bisa saja dia mencari jalan pintas, dan hal ini dapat mengundang anak menjadi seornag yang psikopat.
Memang, gelar psikopat kadang nemplok tanpa pilih tempat. Apalagi sering tanpa sadar masyarakat modern sendiri ikut andil melahirkan psikopat. Karena beratnya tekanan hidup, berbagai hal yang menyimpang dari norma dan hukum, justru menjadi aktivitas "sehari-hari" . Jadi apakah anda psikopat... Saya berharap bukan ya... coba instropeksi diri deh
SUmber: Internet dan Buku-Buku Psikologi
"If things are not going well with you, begin your effort at correcting the situation by carefully examining the service you are rendering, and especially the spirit in which you are rendering it."
Roger Babson
1875-1967, Statistician and Columnis
Sebuah kisah inspirasional dari negri China
13 tahun yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar