Selasa, 14 Oktober 2008

Antara Kepercayaan dan Ketidakpercayaan




Kepercayaan seringkali bagaikan pisau bermata dua, disaat sepenuhnya kepercayaan kita
serahkan pada seseorang seakan kebaikan apapun yang diperbuatnya pada kita laksana
butiran air di padang tandus. Tak mengherankan bila kita mencerung untuk memahami segala
kehilafan yang dilakukannya bahkan yang lebih parah kesalahannyapun terkadang kita
benarkan. Secara tak sadar kita menganggap kesalahannya adalah bentuk titik tolak
langkah perbaikan, mengisi kekurangan dan pembenahan yang ada.

Dan sebaliknya bila ketidakpercayaan yang berikan pada seseorang, apapun yang dikerjakannya
meski sudah ribuan kali kebaikan dan perbaikan telah ditorehkan selalu saja meninggalkan sepenggal
keraguan dalam pikiran. Ibarat sebuah pisau ketidakpercayan mampu menyayat onggokan daging dan
goresan luka tubuh orang lain yang tak kita percayai. Dan bahkan hunjaman ketidakpercayaan melebihi
kritikan yang paling tajam yang mewarnai kehidupan. Sadar atau tidak kita sudah membentuk kristal
opini yang keliru terhadap semua bentuk usaha yang dilakukan orang lain, bukan!

Rasanya tak mengherankan kepercayaan maupun ketidakpercayaan sering kita jumpai dari kita ataupun
orang lain dalam hidup keseharian, karena memang saringan kepala penghapusan setiap orang sedemikian
hebatnya mempengaruhi keputusan memilih - menghapus yang baik-baik saja atau yang buruk-buruk saja
dari orang lain, semua itu adalah pilihan. Jadi, tidak perlu khawatir kita menemukan ada orang yang begitu
tidak menyukai dan mencari segala kehilafan kita dengan berjuta kata kesalahan menghiasai isi pikirannya.
Dan sebaliknya, kita juga akan menemukan seseorang yang begitu mempercayai kita karena memang
mungkin saja kita dianggap sering melakukan kebaikan dan nyaris tanpa noda. Tentu saja kita pasti pernah
melihat seseorang yang jatuh cinta terlihat penuh kasih, tanpa keluhan, bahkan segala masa kelam
dan keburukan sang pujaan terhempas sirna oleh rasa cinta meski jutaan peringatan seakan tak satupun
berarti. Ya, itulah memang demikian faktanya karena memang seringkali kita hanya ingin memilih untuk berpikir
dan memilih apa yang kita mau dan lakukan meskipun seringkali pula tidak mewakili dunia realita dan obyektifitas.

Jadi, rasanya tak perlu cemas dengan kondisi demikian. Biarlah orang lain dengan saringan isi pikirannya masing
-masing. Hargailah reaksi apapun yang dipilihnya karena kitapun memiliki kebebasan untuk memilih tanggapan
emosional apapun termasuk tersenyum bahkan kecewa sekalipun. Yang pasti mulailah untuk tetap memahami
keberhasilan apapun yang kita peroleh dalam kehidupan ini tentunya tak lepas dari kepercayan yang diberikan
orang-orang yang senantiasa mendukung kita, selain memang usaha gigih yang telah kita lakukan. Dan sadarilah
bahwa kegagalan-kegagalan yang kita terimapun sedikit banyak dipengaruhi oleh pikiran-pikiran kita akan ketidak-
percayaan yang orang lain berikan pada kita yang begitu mengganggu. (Mohamad Yunus)

ELANG di Kandang Ayam
Oleh: Hingdranata Nikolay
Kisah asli tidak diketahui penulisnya
Ini sebuah kisah lama yang mungkin sudah didengar atau dibaca beberapa sahabat di I2 dari milis ini maupun sumber lain. Saya ceritakan kembali untuk mengingatkan sekaligus bahan renungan buat yang belum pernah mendengarkannya, dalam rangka BULAN KEPERCAYAAN DIRI.
Alkisah sebuah gempa yang sangat kuat mengguncang. Sebutir telur ELANG terlempar keluar dari sarangnya di sebuah tebing dan berguling menuju lembah. Telur ini berhenti di dekat wilayah ayam-ayam bermukim. Seekor ayam betina melihat telur ini dan bergumam 'Kenapa telur ini terpisah dari yang lain?'. Ia pun menggulingkan telur ini untuk dikumpulkan bersama telurnya yang lain. Pagi-siang-malam telur-telur ini dierami. Sampai suatu hari semua telur menetas.
Mempunyai tubuh dan ukuran yang berbeda dari yang lain, sang anak ELANG bermain dengan 'saudara-saudara' -nya. Mereka memburu cacing bersama-sama, mereka saling mematuk bersama. Sampai suatu hari mereka semua mendengarkan teriakan ELANG di angkasa. Mereka melihat ke atas dengan kekaguman. Sang anak ELANG pun berkata, "Wah, seandainya saya bisa seperti mereka. Terbang dengan begitu perkasa!" Mendengar ini, sang induk ayam segera menyela, "Sudahlah, kamu jangan bermimpi! Kita ayam. Ayam tidak terbang! Bahagialah dengan dirimu!"
Dan begitulah sang anak ELANG ini tumbuh bersama ayam-ayam, dengan setiap hari mengagumi 'saudara-saudara' ELANG-nya yang begitu perkasa.
============
Beberapa kita dengan mudah membayangkan diri sebagai ELANG di kandang ayam. Di mana setiap hari ayam-ayam tidak berhenti memberikan demotivasi dan berbagai sugesti yang menurunkan kepercayaan dirinya. Sebagian kita memang hidup seperti ini. Karena itu, saat kita mau berubah, kita malah takut bagaimana reaksi orang-orang di sekitar mengenai perubahan kita. Tidak jarang saya temui di seminar saat peserta bertanya, "Saya mau berubah, tapi bagaimana saya menanggapi reaksi lingkungan?"
Kita bicara soal proyeksi diri sendiri dan proyeksi orang lain. Siapa diri kita menurut kita atau yang kita mau, dan siapa diri kita sesuai yang menurut orang lain atau yang mereka mau. Tidak jarang akhirnya sugesti ayam yang berhasil memenuhi pikiran kita, dan jiwa ELANG kita terkubur!
Saya kemarin bercakap-cakap dengan seorang klien, mengenai bagaimana ia komplain begitu banyak mengenai sikap pasangannya. Lalu saya ajak bicara ekologi. Bahwa ternyata sikap pasangannya secara langsung tidak merugikan dirinya. Hanya memang tidak sesuai dengan yang menurutnya ideal. Banyak dari kita demikian. Kita takut berubah hanya karena takut persepsi orang lain. Ucapan seperti "Dia lain lho sekarang", atau "Kok kamu sekarang berubah?", atau bahkan "Saya tidak suka kamu yang baru!". Dan yang paling ekstrim adalah kita takut berubah karena takut menyakiti orang lain. Tidak ada yang salah dengan NIAT baik ini. Hanya pikirkan saja, bahwa orang lain sakit hati, kesal, frustrasi, kecewa, dan lain-lain dengan perubahan kita, tidak selalu berarti kita telah melakukan sesuatu yang tidak ekologi atau merugikan mereka. Lebih sering hanya masalah perbedaan persepsi mengenai 'apa yang seharusnya'. Lalu kalau ternyata tidak merugikan orang lain, dan dalam banyak kasus malah memberikan menfaat untuk banyak orang, kenapa tidak?
Anda toleh kiri-kanan, dan Anda temui bahwa lebih banyak orang berhasil mencapai sesuatu yang luar biasa hanya karena melewati batas 'yang seharusnya' bagi kebanyakan orang. Awalnya mereka mungkin ditertawakan, atau dibenci, atau ditolak, atau dianggap aneh, tapi setelah mereka muncul ke permukaan dengan keberhasilan, 'apa yang seharusnya' menjadi 'mungkin tidak berlaku bagi orang ini'. Orang-orang ini adalah yang menolak menjadi ayam, karena ada ELANG di dalam diri mereka. Mereka melihat ELANG, mereka ingin seperti itu, lalu mereka pun terbang, kendati begitu banyak suara sumbang di sekitarnya. Pertanyaannya, apakah Anda merasa punya ELANG di dalam diri Anda? Apakah Anda merasa seperti ELANG di kandang ayam? Apakah Anda merasa bukan orang yang ingin menerima 'yang seharusnya'? Saat Anda merasa punya ELANG di dalam diri Anda, sebuah sumber daya sudah bangkit. Tinggal bertanya, "KAPAN ANDA TERBANG?"

Kiprah Kiper Lokal Inggris
Cuma 33,8%

Inggris boleh menjajah India selama 89 tahun di medio abad ke-19 sampai pertengahan abad ke-20. Namun, untuk urusan menjadi tuan rumah di negeri sendiri dalam aspek perfilman, Inggris jelas kalah telak. Film-film Bollywood begitu mendominasi layar lebar India sehingga menyisakan hanya sedikit ruang bagi film-film asing, termasuk Inggris.

Di bidang lain, Inggris tentu punya kebanggaan atas mantan salah satu jajahannya itu. Sepakbola pastinya merupakan aspek yang paling memperlihatkan dominasi Inggris. Tak seperti di arena kriket yang faktanya disempali beberapa pemain keturunan India.

Akan tetapi, di sepakbola pun Inggris tak sepenuhnya dominan. Kali ini tolok ukurnya bukan lagi India, yang memang tak mempunyai catatan historis mumpuni di sepakbola, melainkan mencakup pemain-pemain negara lain yang merumput di Premier League.

Di sini, meski cukup sah untuk menyandang liga terbaik di dunia berkat konsistensi klub-klub mereka di Liga Champion, fakta membuktikan bahwa Inggris tetap memiliki cacat, terutama di sektor kiper. Terbukti jumlah kiper mereka masih minoritas ketimbang warga asing.

Ada lima klub BPL yang sama sekali tak memakai kiper Inggris. Entah itu di posisi kiper utama sampai cadangan keempat sekalipun. Kuintet ini adalah Arsenal, Chelsea, Liverpool, Tottenham Hotspur, dan Sunderland, yang masing-masing memakai tiga, tiga, lima, dua, dan empat kiper asing.

Mungkin ini hanya angka-angka di atas kertas. Namun, dari kacamata awam, bisa jadi jumlah cuma 21 kiper lokal di antara 62 total kiper di BPL (33,8%) menunjukkan bahwa para pelatih klub lebih memercayakan gawang mereka dijaga oleh kiper bukan dari Inggris.

Yang lebih menyedihkan, persentase ini akan lebih mengecil ke angka 30%, saat kita melihat cuma ada enam kiper asal Inggris dari total 20 klub BPL yang berhasil menembus starting line-up.

Mereka adalah Paul Robinson (Blackburn Rovers), Joe Hart (Manchester City), Ross Turnbull (Middlesbrough), David James (Portsmouth), Scott Carson (West Bromwich Albion), Robert Green (West Ham), dan Chris Kirkland (Wigan Athletic). Empat belas klub lain menaruh asa lebih tinggi pada kiper asing!

La Liga Cuma Empat

Situasi kontras akan kita temui di Serie A dan La Liga. Seluruh klub yang bertempur di kompetisi tertinggi Negeri Spageti ini memakai 13 kiper dalam negeri dan hanya 7 kiper impor.

Ranah Matador malah lebih gila lagi. Pasalnya, klub yang merekrut alien untuk dijadikan kiper utama hanya ada empat: Atletico Madrid (Gregory Coupet), Valencia (Renan), Espanyol (Idris Kameni), dan Getafe (Roberto “Pato” Abbondanzieri).

Memang masih ada beberapa kiper asing yang duduk di bangku cadangan, semisal Jerzy Dudek (Real Madrid), Leo Franco (Atletico), Timo Hildebrand (Valencia), Gustavo Manua (Deportivo la Coruna), Ricardo (Real Betis), Sebastian Viera (Uruguay).

Meski begitu, keberadaan mereka ini masih terimpit oleh portero-portero lokal dengan perbandingan 1:2. Kecuali Valencia dan Atletico, yang menyimpan dua kiper asing dan satu kiper lokal dalam skuad, mayoritas memberlakukan sistem kebalikannya.

Bahkan, masih banyak klub yang mengoleksi hanya kiper lokal, seperti Barcelona, Athletic Bilbao, Recreativo Huelva, Numancia, Sporting Gijon, Sevilla, dan Osasuna. Artinya, di tengah serbuan pemain asing akibat dibukanya keran Uni Eropa melalui kebijakan Bosman, klub-klub Serie A dan La Liga tetap memercayakan pos terpenting untuk putra asli mereka.

Adakah hubungannya dengan kenyataan bahwa timnas Italia dan Spanyol adalah juara dunia dan Eropa edisi terakhir? (shr)

KIPER-KIPER UTAMA BPL
-----------------------------------------------
Arsenal Manuel Almunia (Spanyol)
Aston Villa Brad Friedel (AS)
Blackburn Paul Robinson (Inggris)
Bolton Jussi Jaaskelainen (Finlandia)
Chelsea Petr Cech (Rep. Ceska)
Everton Tim Howard (AS)
Fulham Mark Schwarzer (Australia)
Hull City Boaz Myhill (Wales)
Liverpool Pepe Reina (Spanyol)
Man. City Joe Hart (Inggris)
Man. United Edwin van der Sar (Belanda)
Middlesbrough Ross Turnbull (Inggris)
Newcastle Shay Given (Irlandia)
Portsmouth David James (Inggris)
Stoke City Thomas Sorensen (Denmark)
Sunderland Craig Gordon (Skotlandia)
Tottenham Heurelho Gomez (Brasil)
West Brom Scott Carson (Inggris)
West Ham Robert Green (Inggris)
Wigan Athletic Chris Kirkland (Inggris)

Tidak ada komentar: