Kapan terakhir Anda tidak mengatakan yang ingin Anda katakan?
Atau mengatakan yang tidak ingin Anda katakan?
Atau tidak melakukan yang ingin Anda lakukan?
Atau melakukan yang tidak ingin Anda lakukan?
Kita mengakui lewat sejarah dan kaidah-kaidah yang ada, bahwa kita memang tidak sempurna.
Dari pengalaman kita masing-masing pun mungkin bisa ditarik generalisasi bahwa kita tidak bisa memperoleh semua yang kita mau.
Artinya, bisa ada juga generalisasi bahwa tidak semua yang ingin kita katakan dan lakukan bisa kita kita penuhi.
Dan menyangkut apa yang ingin kita katakan dan lakukan, akan kembali lagi ke tujuan dan hasil akhir yang ingin kita capai dengan perkataan dan tindakan kita, serta tergantung ke strategi kita masing-masing untuk mencapai hasil akhir tersebut.
Singkatnya kembali menyangkut PILIHAN.
Saya ingin mengajak sahabat sekalian untuk mengingat sekali lagi mengenai yang namanya KONGRUENSI.
KONGRUEN terjadi saat kita berkata atau bersikap sesuai yang kita inginkan, kita berkata sesuai yang kita lakukan, kita menyusun strategi dan sasaran sesuai nilai-nilai kita, atau lebih luas lagi kita tahu bahwa ada harmonisasi antara tingkat SPIRITUAL kita, IDENTITAS diri kita, VALUES, BELIEF, KEMAMPUAN, PERILAKU, dan LINGKUNGAN.
Orang-orang yang sensitif dan terlatih, akan dengan mudah menangkap tidak harmonisnya antara perkataan dan tindakan.
Yang berarti saat kita tidak KONGRUEN, sinyalnya akan terkirim dalam berbagai bentuk.
Apabila tidak ditangkap dari bahasa tubuh kita dalam komunikasi langsung, bisa dari pemilihan kata-kata kita yang kadang bisa sampai tingkat ‘ngaco’, pemilihan kata yang tidak spesifik, bahkan sampai dinilai dari berbagai susunan peristiwa, serangkaian perilaku atau perkataan yang terlihat, terdengar, dan terasakan sebagai pola yang tidak
konsisten.
Sehari-hari, dalam tingkat kemampuan dan sensitifitas yang berbeda, kita semua mempunyai kemampuan untuk ‘mendeteksi’ tidak KONGRUEN-nya orang lain. Kalau Anda pernah punya ‘feeling’ bahwa seseorang berbohong, ragu dalam mempercayai seseorang, melihat atau merasakan gelagat yang Anda sebut mencurigakan, ini semua menyangkut adanya sinyal tidak KONGRUEN-nya orang lain yang kita tangkap, terlepas dari apakah itu benar atau tidak.
Dalam kasus berbohong, misalnya.
Satu kebohongan bisa berbuah kebohongan lainnya.
Lucunya, ini terjadi karena kita berusaha menjaga konsistensi tindakan dan perkataan kita, yang di awalnya justru tidak konsisten dengan NIAT kita.
Lalu bagaimana kita bisa KONGRUEN?
Jawabannya, seperti yang sering kita bicarakan di milis kesayangan kita ini: itu kembali ke PILIHAN kita sendiri.
Misalnya, daripada mengatakan yang tidak ingin kita katakan, kita punya PILIHAN untuk belajar cara mengatakan yang ingin kita katakan, sehingga ada penerimaan yang sesuai dengan yang kita inginkan. Daripada melakukan sesuatu lalu berkata lain tentang yang kita lakukan, padahal kita sendiri tahu orang lain tahu apa yang kita lakukan, kita punya PILIHAN untuk langsung mengatakan yang kita lakukan tersebut dan kalau kita ragu akan efeknya, kita juga punya PILIHAN belajar cara penyampaiannya yang lebih efektif, tanpa bersikap tidak KONGRUEN.
Juga, apabila kita terlanjur melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan janji kita yang sudah diketahui orang lain, daripada mencoba berdalih, kita punya PILIHAN untuk mengatakan terus terang bahwa kita telah berbuat tidak sesuai komitmen awal, dan minta maaf. Ini KONGRUEN!
NIAT kita selalu positif, jadi apabila ada perilaku kita yang tidak sesuai dengan NIAT kita, akan ada gangguan system dalam tubuh kita.
Perang seringkali terjadi, misalnya saat secara SPIRITUAL kita tahu itu salah, secara IDENTITAS kita tahu kita sebenarnya juga bukan orang seperti itu, secara VALUES kita juga tahu itu bukanlah yang sebenarnya kita cari, TAPI? Ada BELIEF yang berbisik bahwa “Tidak apa-apa kok, semua orang juga berbuat begitu”, atau “Ah, kemarin saya begini juga tidak apa-apa tuh”, sehingga kita LAKUKAN juga.
Masih banyak PILIHAN yang ada, apabila kita ingin bisa mempertahankan KONGRUENSI.
Seperti kata orang bijak, “Kalau memang benar-benar ingin bernyanyi, kita pasti ketemu lagunya”.
Kalau benar-benar mau KONGRUEN, PILIHAN akan tersedia.
Kalau belum tahu, sumber daya luar banyak sekali tersedia.
Tinggal mau atau tidak.
Belajar dari Hukum Archimedes
> Achmad Firdaus
> Majalah SWA edisi 1-14 Maret 2007
>
> Bayangkanlah kita memiliki sebuah bejana air yang sangat besar. Lalu
> letakkanlah sebuah bola plastik dan sekeping uang logam lima ratusan
> rupiah di dalamnya. Sedikit demi sedikit, tuangkanlah air ke dalam
> bejana tersebut. Apa yang akan terjadi? Uang logam lima ratusan rupiah
> akan tenggelam di dasar bejana sementara bola plastik akan terangkat
> mengapung. Dua buah peristiwa yang terjadi secara bersamaan. Dua buah
> kejadian merupakan dampak dari satu penyebab yang sama yaitu adanya
> hukum alam, yang di dalam ilmu fisika disebut Hukum Archimedes.
> Uang lima ratusan rupiah yang terbuat dari logam, jelas memiliki massa
> jenis yang lebih besar daripada air. Hal ini mengakibatkan uang logam
> akan tenggelam di dalam air. Namun bagi bola yang terbuat dari
> plastik, dia memiliki massa jenis yang lebih kecil dibandingkan air.
> Bola akan mengapung. Bola akan selalu berada di suatu ketinggian
> tertentu. Dan yang pasti, posisi bola akan selalu lebih tinggi dari
> ketinggian air itu sendiri.
> Dalam ilmu fisika, massa jenis didefinisikan sebagai fraksional antara
> jumlah satuan unit massa dan jumlah satuan unit volume, . Bila jumlah
> satuan unit massa yang mengisi setiap satuan unit volume diperbesar
> maka massa jenis menjadi besar. Sebaliknya bila jumlah satuan unit
> massa yang mengisi setiap satuan unit volume diperkecil maka massa
> jenis menjadi lebih kecil. Perubahan massa jenis juga dapat terjadi
> bila satuan unit volume bagi setiap satuan unit massa berubah. Bila
> satuan unit volume bagi setiap satuan unit massa diperkecil maka massa
> jenis menjadi lebih besar. Sebaliknya bila jumlah satuan unit volume
> bagi setiap satuan unit massa diperbesar maka massa jenis menjadi
> lebih kecil.
> Selanjutnya, bayangkanlah wadah bejana di atas adalah personifikasi
> dari sebuah prospek atau kapasitas bisnis suatu industri. Kapasitas
> industri luar biasa besar, saking besarnya kapasitas ini, kita sebut
> saja tak terbatas (unlimited).
> Ketika kita menjadi yang pertama The First di industri kita, maka
> posisi kita adalah sebagaimana bola plastik ataupun uang logam lima
> ratusan rupiah di dasar bejana. Kita dapat dengan leluasa melakukan
> bisnis. Namun seiring dengan tumbuhnya new comer di industri tersebut
> menyebabkan persaingan semakin sengit. Persaingan di industripun bisa
> jadi pertumbuhannya lebih besar dari yang kita prediksikan.
> Menyikapi hal di atas, ada dua choice bagi kita sebagai pelaku bisnis
> di industri ini. Mau jadi uang logam lima ratusan rupiah? Monggo.
> Mau jadi bola plastik ? silahkan.
> Itu semua tergantung pilihan kita. Arvan Pradiasyah pada bukunya You
> Are A Leader mengatakan seorang leader akan terlihat derajat
> ke-'leader'annya pada saat dia mengambil choice.
>
> Jelas bagi kita, agar kita dapat berperan sebagai seorang leader di
> industri maka kita harus memilih sebagaimana bola plastik di dalam
> bejana air, bukan sebagai uang logam lima ratusan rupiah.
> Dengan berperan sebagai bola plastik, kita tidak hanya the first yang
> mengisi bejana air tetapi juga akan selalu berada di atas ketinggian
> tertentu, lebih tinggi dari ketinggian air itu sendiri, the best.
> Menarik untuk disimak adalah apa yang ditekankan oleh Jack Welch
> mantan Direktur General Electric bahwa bila lingkungan eksternal lebih
> cepat berubah dibandingkan anda maka organisasi akan berakhir (Subir
> Chowdhury, 2005).
> Bagaimana agar kita selalu berada di atas ketinggian air sebagaimana
> bola plastik? Kita harus memiliki massa jenis yang lebih kecil dari
> air. How ?
> Agar massa jenis perusahaan lebih kecil dibandingkan industrinya maka
> kita harus memperkecil satuan unit massa perusahaan atau memperbesar
> satuan unit volume perusahaan.
> Memperkecil satuan unit massa perusahaan berarti melakukan suatu
> strategi yang bersifat menyaring, memfilter atau meyeleksi.
> Menghilangkan sesuatu yag bersifat pemborosan atau efisien dalam
> operasional.
> Mengembangkan sistem recruitment yang baik sehingga hanya memilih
> karyawan yang capable dan cocok dengan budaya perusahaan saja yang
> direkrut, adalah salah satu contoh proses seleksi.
> Sebagai contoh, Nissan Motor (GB) hanya akan merekrut calon karyawan
> yang memiliki kecocokan dengan kultur perusahaan.
> Anthony Eastwood (David Clutterbuck, 2003) manajer Personnel & General
> Nissan Motor (GB) Limited mengatakan, "struktur dan orang-orang harus
> cocok satu sama lain, jadi kami perlu merekrut orang-orang yang kami
> rasakan sesuai dengan kultur dan struktur kami yang diberdayakan"
.
> Sebagaimana diketahui NMGB memiliki struktur yang flate, setiap
> pekerja memiliki satu hingga lima macam tugas yang saling berbeda,
> bahkan saling tumpang tindih. Tidak diberlakukannya sistem job
> description di NMGB membuat setiap orang memiliki kewajiban bekerja
> tanpa ada batasan fungsi. Sistem bekerja demikian menuntut Bagian
> Personalia untuk hanya merekrut karyawan yang capable dengan budaya
> perusahaan saja.
> Demikian pula dengan apa yang dilakukan oleh Group Takaful Indonesia,
> salah satu pioner asuransi syariah di Indonesia. Dalam proses
> perekrutan karyawan, oleh karena group perusahaan beroperasi
> berdasarkan syariah maka dalam proses perekrutan dilakukan test
> syariah. Menarik juga dengan apa yang pernah penulis alami ketika
> masih bekerja di PT. Sanyo Jaya Components Indonesia, salah satu
> perusahaan Jepang terkemuka di dunia. Oleh karena budaya perusahaan
> memerlukan pekerja yang gesit maka dalam proses seleksi karyawan, ada
> satu tahapan proses seleksi berupa cara berjalan. Bila calon karyawan
> berjalan dengan lemah gemulai atau kurang bersemangat maka kita
> melihat ada satu indikasi bahwa ybs kurang gesit dalam bekerja, itu
> berarti dia kurang cocok dengan budaya perusahaan.
> Mengembangkan sistem talent management sehingga menghasilkan pekerja
> berbakat. Subir Chowdhury (2005) mengidentifikasi bahwa Talent
> Management System (TMS) dapat dengan segera mengubah suatu organisasi
> dari organisasi yang lambat dan asal-asalan menjadi pemimpin kelas
> dunia (baca juga Shobir Chowdhury, the Talent Era).
> Memperbesar satuan unit volume perusahaan adalah berarti melakukan
> strategi pengembangan yang bersifat keratif inovatip.
> Contoh kegiatan memperbesar satuan unit volume perusahaan adalah
> dengan mengembangkan budaya organisasi. Budaya organisasi adalah
> berbicara 'Bagaimana' cara perusahaan melakukan sesuatu untuk mencapai
> objective dan targetnya. Apa yang dilakukan oleh perusahaan-perusaha an
> Jepang dalam mempertahankan dominasinya di industri yaitu dengan
> mengembangkan budaya kerja Gemba Kaizen -perbaikan kontinyu di tempat
> kerja- merupakan suatu contoh bagaimana budaya organisasi menjadi alat
> yang kuat dalam membangun perusahaan. Demikian pula dengan keberadaan
> General Electric yang terus menerus berada di puncak kejayaan adalah
> tidak terlepas dari diterapkannya Six Sigma sebagai budaya kerja
> perusahaan.
> Memperkuat kapabilitas Perusahaan. Yang dimaksud dengan kapabilitas
> perusahaan adalah kapasitas perusahaan untuk belajar dan berubah atau
> beradaptasi dengan segala perubahan di lingkungan luar. Sangat menarik
> temuan yang didapat oleh Foster dan Kaplan (Foster Kaplan dalam Subir
> Chowdhury) bahwa 61 perusahaan yang tercantum pada Forbes 100 yang
> diterbitkan pada tahun 1917, ternyata sudah tidak terdata lagi di
> Forbes terbitan tahun 1987. Dari 39 perusahaan yang tersisa ternyata
> hanya 18 perusahaan yang tetap bertahan sebagai 100 perusahaan puncak.
> Penyebab dari kegalalan mereka sebagian besar oleh karena ketidak
> mampuan perusahaan dalam mengantisipasi perubahan di lingkungan luar.
> Salah satu cara yang digunakan dalam rangka meningkatan kapabilitas
> perusahaan adalah dengan membentuk team perubahan. Team ini bertugas
> memformulasikan improvement perubahan menuju perbaikan di segala lini.
> Cara lainnya yang dapat dilakukan dalam rangka memperkuat kapabilitas
> perusahaan adalah melalui pembentukan lingkungan pembelajaran.
> Lingkungan yang demikian dapat tercipta dengan membiasakan setiap
> individu di dalam organisasi saling berbagi informasi / sharing
> information. Seorang leader hendaknya tidak boleh terlalu pelit dalam
> berbagi informasi kepada lainnya.
> Tanpa adanya proses berbagi informasi, perubahan sekecil apapun akan
> sangat sulit untuk dilakukan. Mengapa demikian? Dengan informasi yang
> terbagi rata diantara anggota organisasi, maka variasi informasi
> diantara anggota organisasi menjadi kecil. Hal ini membuat terjadinya
> kesepemahaman diantara anggota organisasi. Tentu saja kesepemahaman
> ini akan mempermudah perubahan.
> Bandingkan bila variasi informasi diantara anggota organisasi sangat
> besar, tentu akan memperbesar resistansi terhadap ide perubahan.
> Organisasi akan cenderung lembam untuk berubah.
> Memperluas keterlibatan karyawan terutama dalam kontribusi ide-ide
> pengembangan organisasi, dapat meningkatkan satuan unit volume
> perusahaan menjadi bertambah besar. Dengan ditindak lanjutinya ide-ide
> pengembangan yang berasal dari karyawan maka karyawan akan merasa
> dihargai. Disamping itu ide-ide yang disampaikan oleh karyawan dapat
> dijadikan sebagai salah satu sumber ide pengembangan organisasi.
> Paparan di atas, bila kita kaji lebih jauh akan mengerucut pada proses
> pemberdayaan organisasi. Patut dikaji lebih mendalam, apa yang
> dikatakan oleh Subir Choiwdory bahwa Organisasi yang akan eksis di
> abad 21 adalah organisasi yang melakukan pemberdayaan.
>
> Penutup
> Apa yang telah disampaikan di atas bahwa agar perusahaan dapat
> berperan tidak saja sebagai the first tetapi juga the best, mereka
> harus memiliki massa jenis yang lebih kecil dari industrinya.
> Cara yang harus dilakukan oleh perusahaan tersebut adalah dengan
> memperkecil satuan unit massanya, juga dapat dilakukan dengan
> memperbesar satuan unit volume perusahaan.
> Kedua kegiatan di atas dapat dilakukan dengan melakukan pemberdayaan
> perusahaan. Bila pemberdayaan dilakukan maka perusahaan akan dapat
> berperan tidak saja sebagai the first tetapi juga the best. Tetapi
> bila pemberdayaan tidak dilakukan maka perusahaan hanya dapat menjadi
> the first but not the best.
Sebuah kisah inspirasional dari negri China
13 tahun yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar