Oleh Jacinta Rini, Team e-psikologi
Asertivitas adalah suatu kemampuan untuk mengkomunikasikan apa yang diinginkan, dirasakan, dan dipikirkan kepada orang lain namun dengan tetap menjaga dan menghargai hak-hak serta perasaan pihak lain. Dalam bersikap asertif, seseorang dituntut untuk jujur terhadap dirinya dan jujur pula dalam mengekspresikan perasaan, pendapat dan kebutuhan secara proporsional, tanpa ada maksud untuk memanipulasi, memanfaatkan atau pun merugikan pihak lainnya.
Apakah bedanya dengan agresif dan non-asertif ?
Seseorang dikatakan asertif hanya jika dirinya mampu bersikap tulus dan jujur dalam mengekspresikan perasaan, pikiran dan pandangannya pada pihak lain sehingga tidak merugikan atau mengancam integritas pihak lain. Sedangkan dalam agresif, ekspresi yang dikemukakan justru terkesan melecehkan, menghina, menyakiti, merendahkan dan bahkan menguasai pihak lain sehingga tidak ada rasa saling menghargai dalam interaksi atau komunikasi tersebut.
Sikap atau pun perilaku agresif cenderung akan merugikan pihak lain karena seringkali bentuknya seperti mempersalahkan, mempermalukan, menyerang (secara verbal atau pun fisik), marah-marah, menuntut, mengancam, sarkase (misalnya kritikan dan komentar yang tidak enak didengar), sindiran ataupun sengaja menyebarkan gosip.
Seseorang dikatakan bersikap non-asertif, jika ia gagal mengekspresikan perasaan, pikiran dan pandangan/keyakinan nya; atau jika orang tersebut mengekspresikannya sedemikian rupa hingga orang lain malah memberikan respon yang tidak dikehendaki atau negatif.
Mengapa orang enggan bersikap asertif ?
Kebanyakan orang enggan bersikap asertif karena dalam dirinya ada rasa takut mengecewakan orang lain, takut jika akhirnya dirinya tidak lagi disukai ataupun diterima. Selain itu alasan “untuk mempertahankan kelangsungan hubungan” juga sering menjadi alasan karena salah satu pihak tidak ingin membuat pihak lain sakit hati. Padahal, dengan membiarkan diri untuk bersikap non-asertif (memendam perasaan, perbedaan pendapat), justru akan mengancam hubungan yang ada karena salah satu pihak kemudian akan merasa dimanfaatkan oleh pihak lain.
Seberapa asertif-kah Anda ?
Di bawah ini ada beberapa pertanyaan yang bisa Anda tanyakan pada diri Anda sendiri yang dapat menjadi indikator asertivitas.
* Apakah Anda terbiasa mengekspresikan secara jelas perasaan atau pandangan Anda pada orang lain ?
* Apakah Anda meminta tolong pada orang lain pada saat Anda memang membutuhkan pertolongan ?
* Apakah Anda mampu mengekspresikan kemarahan atau pun rasa tidak enak Anda secara proporsional pada pihak lain yang telah membuat Anda merasa sakit hati ?
* Apakah Anda suka bertanya pada orang lain pada saat menghadapi kebingungan ?
* Apakah Anda mampu memberikan pandangan secara terbuka saat Anda merasa tidak sepaham dengan pendapat orang lain ?
* Apakah Anda sering berbicara di depan kelas/umum ?
* Apakah Anda mampu untuk berkata “tidak” pada saat Anda tidak ingin melakukan pekerjaan tersebut ?
* Apakah Anda berbicara dengan sikap percaya diri, serta berkomunikasi secara hangat ?
* Apakah Anda memandang wajah lawan bicara Anda pada saat Anda berbicara dengannya ?
Tips untuk bersikap assertif
Tips untuk mampu mengatakan “tidak” terhadap permintaan yang tidak diinginkan
* Tentukan sikap yang pasti, apakah Anda ingin menyetujui atau tidak. Jika Anda belum yakin dengan pilihan Anda, maka Anda bisa minta kesempatan berpikir sampai mendapatkan kepastian. Jika Anda sudah merasa yakin dan pasti akan pilihan Anda sendiri, maka akan lebih mudah menyatakannya dan Anda juga merasa lebih percaya diri.
* Jika belum jelas dengan apa yang dimintakan pada Anda, bertanyalah untuk mendapatkan kejelasan atau klarifikasi.
* Berikan penjelasan atas penolakan Anda secara singkat, jelas, dan logis. Penjelasan yang panjang lebar hanya akan mengundang argumentasi pihak lain.
* Gunakan kata-kata yang tegas, seperti secara langsung mengatakan “tidak” untuk penolakan, dari pada “sepertinya saya kurang setuju..sepertinya saya kurang sependapat.. .saya kurang bisa.....”
* Pastikan pula, bahwa sikap tubuh Anda juga mengekspresikan atau mencerminkan “bahasa” yang sama dengan pikiran dan verbalisasi Anda...Seringkali orang tanpa sadar menolak permintaan orang lain namun dengan sikap yang bertolak belakang, seperti tertawa-tawa dan tersenyum.
* Gunakan kata-kata “Saya tidak akan....” atau “Saya sudah memutuskan untuk.....” dari pada “Saya sulit....”. Karena kata-kata “saya sudah memutuskan untuk....” lebih menunjukkan sikap tegas atas sikap yang Anda tunjukkan.
* Jika Anda berhadapan dengan seseorang yang terus menerus mendesak Anda padahal Anda juga sudah berulang kali menolak, maka alternatif sikap atau tindakan yang dapat Anda lakukan : mendiamkan, mengalihkan pembicaraan, atau bahkan menghentikan percakapan.
* Anda tidak perlu meminta maaf atas penolakan yang Anda sampaikan (karena Anda berpikir hal itu akan menyakiti atau tidak mengenakkan buat orang lain)...Sebenarnya, akan lebih baik Anda katakan dengan penuh empati seperti : “ saya mengerti bahwa berita ini tidak menyenangkan bagimu.....tapi secara terus terang saya sudah memutuskan untuk ...”
* Janganlah mudah merasa bersalah ! Anda tidak bertanggung jawab atas kehidupan orang lain...atau atas kebahagiaan orang lain, bukan.....
* Anda bisa bernegosiasi dengan pihak lain agar kedua belah pihak mendapatkan jalan tengahnya, tanpa harus mengorbankan perasaan, keinginan dan kepentingan masing-masing. (jr)
Akademi Buat Siapa?
Upaya UEFA untuk menjaga identitas nasional suatu klub terus berlangsung. Kewajiban setiap klub untuk menyertakan pemain binaan lokal dengan kuota tertentu dalam daftar skuad untuk berlaga di Liga Champion dan Piala UEFA adalah salah satunya.
Siapa sangka ternyata hal ini diakali para elite Inggris dengan mengimpor pemain belia ke akademinya agar bisa diklaim sebagai “pemain lokal” di masa depan. Salah satu yang melakukan praktik ini adalah Liverpool.
Ritus yang dilakukan Rafael Benitez ini telah lama membuat Jamie Carragher merasa gatal lidah dan ingin melontarkan kritik.
“Pemain asing di level senior bagus untuk perkembangan Premier League. Jangan salah kutip, yang saya komentari adalah kehadiran pemain asing di level klub pada kelompok usia 16-17 tahun,” sebut Carra pada Sunday Times.
Sebagai contoh, Carra yakin bahwa ia tidak akan seperti sekarang andai di usia tersebut dirinya harus bersaing dengan kapten Spanyol U-18.
“Meski saya saat itu sudah dinilai bagus, faktor mental saya bisa terpengaruh oleh kehadiran remaja pesaing asal negara lain,” tambahnya lagi.
Carra mengawali kariernya di Liverpool sebagai seorang trainee pada 1994. Penghargaan dari The Reds yang luar biasa selama ini telah membuatnya memutuskan akan terus bertahan andai di 2011 kontraknya akan diperpanjang dengan nilai gaji yang lebih kecil sekalipun.
Tawaran serupa sebenarnya pernah diajukan Rafa pada Michael Owen sebelum tawaran dari Real Madrid datang beberapa tahun lalu, tapi hasilnya lain.
Kini Carra juga berharap Rafael Benitez bisa memenuhi janji untuk terus memberi tempat bagi pemain muda Inggris dari akademi di skuad utama Pool. Bila tidak, akademi sepakbola Liverpool bisa jadi wadah bagi pematangan para pemain mancanegara. Ironis! (toen)
Sebuah kisah inspirasional dari negri China
13 tahun yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar