Kamis, 16 Oktober 2008

Office Politics & Faktor Penyebab



Oleh: Johanes Papu - Team e-psikologi

Merry adalah seorang analyst computer handal yang bekerja di sebuah perusahaan multinasional. Pada saat ini perusahaan tersebut sedang melakukan perampingan (downsizing) . Salah satu bentuk perampingan yang dilakukan adalah dengan melakukan penggabungan beberapa divisi/departemen secara bertahap. Selain itu perusahaan juga membuat kebijakan bahwa pegawai yang keluar, pindah divisi atau pensiun tidak akan diganti. Anto, atasan Merry, menyadari bahwa departemen yang dipimpinnya pasti akan goyang. Rumor yang berkembang menyebutkan bahwa departemennya akan digabung dengan departemen lain dalam waktu satu tahun. Tidak lama setelah rumor tersebut terdengar, Anto menerima surat permintaan dari Merry untuk ditransfer ke departemen lain yang lebih menjanjikan. Anto menolak permintaan tersebut sebab dia tahu jika Merry keluar maka posisinya tidak akan diganti oleh orang lain dan itu berarti bahwa departemen yang dipimpinnya akan kehilangan satu orang anggota. Dengan semakin berkurangnya jumlah pegawai dalam satu departemen maka hal itu akan semakin memudahkan perusahaan untuk menggabungkan departemen tersebut ke departemen yang lebih besar. Oleh karena itu Anto tetap mempertahankan Merry dengan tidak mengabulkan permintaannya, meski dia sadar bahwa Merry mungkin tidak dapat melakukan apa-apa selama satu tahun. Akibat penolakan tersebut Merry melakukan perlawanan. Ia melakukan manuver dengan menemui calon atasan barunya dan mendorong atasannya tersebut untuk membuka persoalan yang sedang dihadapinya kepada Vice-Presiden HRD. Hasilnya Merry diijinkan untuk pindah (transfer) dan Departemen yang dipimpin Anto digabung ke departemen lain dalam waktu empat bulan-lebih cepat dari waktu satu tahun seperti yang dijadwalkan sebelumnya.

Kejadian di atas mungkin pernah menimpa Anda, teman Anda, kerabat atau pun anggota keluarga Anda. Kejadian tersebut juga merupakan salah satu bukti bahwa office politics merupakan hal yang tidak dapat dihindari dalam dunia kerja. Masih banyak bentuk-bentuk office politics yang terjadi dalam perusahaan baik yang dilakukan secara halus dan penuh tanggung jawab maupun yang dilakukan dengan cara-cara kasar dan dapat merusak perusahaan. Pertanyaannya adalah apa sebenarnya yang dimaksud dengan office politics dan faktor-faktor apa saja yang menyebabkan hal tersebut terjadi?

Pengertian

Setiap orang yang bekerja menginginkan karirnya terus meningkat dari waktu ke waktu, penghasilan bertambah, dan mendapatkan perlakuan serta penghargaan yang adil dalam penugasan kerja. Sayangnya hal tersebut seringkali tidak berjalan mulus seperti yang diperkirakan. Krisis ekonomi yang mendorong perusahaan untuk melakukan perampingan, restrukturisasi, merger dan akuisisi semakin menambah rumit persaingan diantara para pegawai. Kondisi ini menuntut kemahiran para pegawai (terlebih bagi mereka yang memegang posisi managerial) untuk memainkan peran seperti "politisi" jika ingin tetap exist.

Dalam era kompetisi kerja yang semakin tinggi seperti sekarang ini, satu faktor yang harus Anda tambahkan dalam keahlian dan ketrampilan Anda agar dapat sukses dalam pekerjaan adalah kemampuan untuk melakukan office politics. Tentu saja hal tersebut harus dilakukan dalam batas-batas kewajaran serta norma-norma yang berlaku. Bagi sebagian orang "office politics" memiliki konotasi-konotasi negatif seperti kelicikan, kecurangan, dan intrik-intrik untuk menggapai ambisi pribadi. Namun menurut Andrew DuBrin dalam bukunya Winning Office Politics, office politics sebenarya merupakan cara-cara atau metode informal dan kemahiran/kelihaian seseorang dalam mendapatkan kekuasaan atau keuntungan. Politik dimainkan demi untuk memperoleh kekuasaan (power) - kemampuan untuk mengendalikan orang atau sumber daya, atau membuat orang lain melakukan sesuatu seperti yang kita inginkan.

Faktor-faktor Penyebab

Menurut Andrew DuBrin, office politics dapat terjadi karena hal-hal sebagai berikut:

Minimnya sumber daya yang tersedia: sumber daya yang ada dalam perusahaan berupa uang, bahan/material, dan orang (manusia) tentu saja memiliki jumlah terbatas. Dalam keterbatasan tersebut orang cenderung berlomba untuk mendapatkan dan mempertahankan sebanyak mungkin sumber daya yang dianggap pantas untuk dimiliki. Semakin minim sumber daya yang tersedia semakin tinggi ketegangan untuk memperebutkan sumber daya tersebut.

Lingkungan kerja yang kompetitif: semakin tinggi tingkat kompetisi dalam perusahaan atau departemen maka setiap orang akan berlomba untuk menjadi yang terbaik sehingga seringkali menggunakan cara-cara tertentu.

Standard performance ditetapkan secara subyektif: para pegawai cenderung melakukan office politics jika mereka merasa bahwa cara-cara yang diterapkan manajemen dalam melakukan promosi atau penilaian kinerja tidak adil.

Jabatan yang tidak terdefinisi dengan jelas: banyak perusahaan yang menciptakan jabatan-jabatan yang "aneh" dalam arti tidak jelas rincian tugas dan tanggung jawabnya.Jabatan- jabatan tersebut memberikan kesempatan besar bagi si jobholder untuk "bergerilya" dalam perusahaan.

Meniru Gaya Atasan: banyak eksekutif yang meniru cara-cara yang dilakukan oleh atasannya untuk mendapatkan kesan yang positif. Cara-cara yang dilakukan misalnya menggunakan pakaian dengan model & merk yang sama, merekrut bawahan dari universitas tertentu, dsb

Filosofi WIN-LOSE yang diterapkan perusahaan: semakin perusahaan menerapkan pendekatan win-lose dalam pemberian rewards, semakin besar pegawai akan terlibat dalam praktek office politics.

Hasrat untuk berkuasa: keinginan untuk berkuasa merupakan suatu hal yang normal. Untuk mendapatkan kekuasaan, banyak eksekutif terlibat dalam pergelutan office politics tingkat tinggi.

Kecenderungan untuk memanipulasi (Machiavellian tendencies): salah satu alasan mendasar mengapa orang terlibat dalam perilaku politik adalah karena adanya dorongan atau kecenderungan untuk memanipulasi orang lain. Manipulasi dalam pengertian disini menunjuk pada segala sesuatu yang dilakukan untuk membuat orang lain melakukan apa yang kita inginkan dengan cara memberikan informasi yang tidak benar atau membuat janji palsu.

Tidak adanya keamanan emosional: merasa tidak aman dan kurangnya rasa percaya diri terhadap jabatan atau kemampuan yang dimiliki cenderung membuat seseorang melakukan office politics.

Percaya pada kekuatan-kekuatan external: orang-orang dengan tipe "external locus of control" memiliki pandangan bahwa mereka tidak memiliki kontrol yang kuat terhadap apa yang terjadi pada diri mereka sendiri. Orang-orang dengan tipe ini akan cenderung menyalahkan politik (orang lain) ketika mereka mengalami kegagalan. Untuk menghindari terulangnya kegagalan di masa mendatang maka mereka akan dengan antusias melibatkan diri dalam politik.

Kebutuhan untuk dihargai: motif utama dibalik manuver-manuver politik yang dilakukan seseorang dalam dunia kerja seringkali adalah kebutuhan untuk dihargai dan diterima oleh orang lain.

Ambisi pribadi: keinginan untuk selalu menjadi orang nomor satu dalam departemen atau perusahaan seringkali membuat pegawai atau eksekutif mendahulukan kepentingan pribadi diatas kepentingan perusahaan. Untuk memuluskan jalannya mereka cenderung melakukan office politics demi menjaga agar posisinya tetap aman.

Tidak mau bekerja keras: meskipun office politics dilakukan untuk memperoleh kekuasaan, beberapa pelaku seringkali tidak mau bekerja keras. Dengan bertingkah laku sesuai dengan keinginan atasan, atau pun bermodalkan referensi yang didapat dari atasan yang lebih tinggi dari atasan langsung, mereka cenderung menolak untuk menerima tugas-tugas yang tidak diinginkan.( jp)


Your Dreams As Touchstones
Julie Jordan Scott

Miss Foley sits on the floor in front of a semi circle of six year olds. "What do you dream of being when you grow up?" she asks the pony tail wearing girls and freckle faced boys. Bryan doesn't hesitate, "I am going to be a firefighter like my Uncle Gregg. He is SOOOO brave and his truck is SOOOO cool!" Kayla smiles, eyes clear as a bell, "I am going to be a movie star!" She laughs and adds, "I might be a movie star before I grow up."

The other children respond with their future careers being as diverse as Gold Medal winning figure skater for Charlene and Professional baseball player for Todd.

As Bryan, Kayla, Charlene and Todd grow and develop, they may realize that these dreams are indeed lofty. They may achieve these particular dreams. On the other hand, chances are that these dreams will be out of reach.

Entering adulthood, they have several choices: they can follow the lead of author Napoleon Hill and decide to "Cherish your visions and your dreams as they are the children of your soul; the blue prints of your ultimate accomplishments. "

They may look deep within their initial dreams and literally give birth to even more powerful, life changing, community and world altering visions.

Or, they can decide that dreams are impossible. Not for them.

Todd is attracted to bravery, physical prowess, adrenalin pumping, challenging experiences. If not winning the world series in the ninth inning of the seventh game, he could follow a career path or create a lifestyle incorporating those experiences.

He could rock climb, or hang glide, or teach rock climbing or hang gliding. He could teach baseball. He could play on a community team. He could work as a Stock broker, or an Attorney, or a Teacher in a tough neighborhood inspiring students to living full and complete lives.

Think for a moment: how could he express the qualities that made him aspire to be a professional baseball player?

As a teen, I had the desire to be the next Carly Simon. As I grew older, I literally fell asleep to that possibility. I would certainly never be as tall as she is, nor would I marry a rock star like her, nor would I form a singing group with my sister.

What I did do, though, is realize what it is about my favorite singer that I could emulate through my life.

Carly Simon had a horrible stutter and awful stage fright. To combat this, she sang.

She started with her sister, Lucy, as the duo "The Simon Sisters." She parlayed this into a solo career, singing her way out of her speech impediment.

She did not rest on the laurels of being heir to a publishing empire. She created her own persona. She was surrounded with successful artistic people.

Her sister Joanna is an accomplished Opera singer, sister Lucy went on to compose music for Broadway musicals and her brother, Peter is a photographer. I can apply these lessons to my life as you can too. I can do those tasks which are the most fear inducing in order to minimize them, eventually erasing them by continuing to meet them face to face instead of running from them.

I can continue to work on my craft, writing even when I don't feel like it, using my eraser a lot, and finding opportunities to meet and surround myself with other people who are writing, speaking, and coaching.

I am now a regular at Open Mic night at Barnes and Noble here in Bakersfield.

This has been an incredibly fulfilling experience: reading my work for an audience gives me that immediate response. Powerful. Life changing. Magnetic. Dreams draw us forward, towards an even more fulfilling, joyful and abundant life.

Dreams build bridges between where we are now and where we can be in the future whether that means tomorrow, six months from now or ten years from now.

Fuelling our inner drive, they make our feet light, our tasks exciting instead of burdensome and our hopes infinitely possible.

Have you revisited your dreams lately? Have you carefully examined what they are beckoning you towards?

In the words of Henry David Thoreau, "Dreams are the touchstones of our character." What are your touchstones calling you to be today?

"Part of being a champ is acting like a champ. You have to learn how to win and not run away when you lose. Everyone has bad stretches and real successes. Either way, you have to be careful not to lose your confidence or get too confident."

Nancy Kerrigan
Olympic Figure Skater

Tidak ada komentar: