Rabu, 15 Oktober 2008

Kisah Sang Kondektur Wanita


Kisah Sang Kondektur Wanita Oleh Regantini Salsabila
Ayo…. Ayo …. Ancol, Sunter Podomoro, Priok….
Ancol, Sunter Podomoro, Priok….
Tunggu….!!! Tunggu….!!!
Ada sewa! Ayo…ayo naik…. Tarik!
Begitulah, kondektur wanita itu berteriak lantang menawarkan busnya.
Tak kenal lelah, panas, hujan, terik, semuanya dilaluinya tanpa merasa terbebani.
Profesi wanita itu hanya sebagai kondektur. Tidak ada yang istimewa dengan dirinya,
pakaiannya, gayanya ataupun suaranya yang melengking di tengah deru kendaraan.
Yang membuat Anna tertarik untuk memperhatikannya adalah
semata-mata karena ia seorang wanita yang bekerja sebagai kondektur.
Sebuah profesi yang masih sedikit langka dan sulit dilakukan oleh kaum hawa.
Entah mengapa Anna begitu tertarik memperhatikan gerak-geriknya.
Lincah, gesit, spontan dan sangat percaya diri
Bus berjalan perlahan meninggalkan terminal. Di tengah jalan,
tidak seberapa jauh dari pusat perbelanjaan besar, bus berhenti.
Kami para penumpang biasa menyebutnya dengan istilah “ngetem”
yakni berhenti cukup lama untuk mencari penumpang.
Tidak beberapa lama setelah penumpang memenuhi bangku-bangku kosong,
bus mulai berjalan perlahan, perlahan, perlahan hingga akhirnya bergerak menjauh.
Dengan mantap, sang supir pun menginjak pedal gas dalam-dalam.
Tak terasa bus sudah berjalan jauh, tanpa komando dari kondektur.
Hingga suatu ketika penumpang yang duduk di kursi
belakang berteriak “Pir, kondekturnya ketinggalan, tuh! Kasihan!! Lumayan jauh. ”
Kami, penumpang yang ada di dalam bus, semua tertawa geli mendengar ucapan itu.
Supir buru-buru menghentikan bus, menepi dan menunggu kondektur wanita yang ketinggalan.
Cukup lama bus menunggu, kira-kira hampir sepuluh menit-an.
Tiba-tiba dari arah belakang bus, sebuah bajaj meluncur kencang dan
berhenti persis di depan bus. Dari dalam Bajaj keluarlah sang
wanita yang menjadi kondektur tadi, dengan wajah panik dan
ketakutan. Ia segera menghampiri supir bus dan menangis sejadi-jadinya.
Sambil mennguncang- guncangkan tubuh sang supir.
“Kamu jahat, jahat sekali! Tinggalin begitu aja!
Tau nggak, saya takut, saya panik waktu tahu bus sudah nggak ada.
Padahal saya kan lagi bantu nyeberangin penumpang.
Apa kamu nggak lihat, gimana sih kamu jadi supir nggak peduli amat?”
Kalimat-kalimat itu terus meluncur dari bibir tipis si wanita.
Sudahlah, ma….! Maafkan saya, saya nggak lihat kalau kamu ada di seberang.
Ya udah nggak usah nangis, malu dilihat orang. ” ujar sang supir.
Dari dialog mereka, Anna dan penumpang lain baru mengetahui
bahwa ternyata supir dan kondektur itu adalah pasangan suami isteri.
Seorang penumpang yang duduk paling depan dekat supir
segera menjadi penengah pertengkaran tersebut.
“Sudah-sudah tidak usah diperpanjang, maafkan saja Bapak,
dia mungkin khilaf tidak melihat. ” lerai bapak itu pada si kondektur
wanita. “Ibu juga nggak usah dendam, sama-sama cari uang sama-sama
kerja untuk anak, pasti ada susah senangnya. ”
“Pak supir juga harus peduli sama isteri jangan cuek, harus lihat
keadaan sekitar, jangan main tancap gas aja!” ujar si bapak tadi menasehati supir.
Akhirnya pertengkaran pun berakhir, mereka saling bersalaman dan berpelukan.
Kami semua para penumpang segera bertepuk tangan dan terharu melihat sikap mereka.
Dalam hati Anna merasa bahwa mereka benar-benar pasangan
yang cukup kompak, bahu membahu dalam mencari nafkah
untuk keluarga dan mudah memaafkan satu sama lain, mau
mengerti keadaan masing-masing dan tidak pantang menyerah.
Satu lagi pelajaran hidup yang bisa dipetik oleh Anna sebagai
calon ibu muda adalah bahwa siapa pun dirinya, kelak jika ia telah
menikah nanti ia harus bisa bersikap tenggang rasa, tolong menolong
dan saling memahami dalam setiap situasi apa pun. Jangan pernah sombong,
egois dan merasa lebih tinggi dari pasangannya. Segala upaya untuk
menafkahi keluarga harus dilakukan dengan kerja keras, pantang menyerah,
disiplin dan ikhlas. Itu kunci utamanya., bisik Anna dalam hati.
Ia sangat salut kepada pasangan supir dan kondektur tadi, karena meskipun
kehidupan mereka, kemungkinan sering diwarnai dengan
pertengkaran- pertengakaran kecil, namun hal itu tidak mengurangi rasa
kompak mereka sebagai pasangan suami isteri. Justru pertengkaran kecil itulah
yang menjadi bumbu-bumbu manis dalam menciptakan bangunan rumah tangga.
Dengan itu, masing-masing pasangan akan lebih memahami karakter, kelebihan
dan kekurangan masing-masing, sehingga di masa mendatang mereka bisa lebih
memperbaiki diri. Membuat diri lebih siap menghadapi masalah-masalah
kehidupan yang serius, mendidik anak-anak yang berbakti pada orang tua
dan menciptakan masyarakat yang sejahtera.
Ibarat pepatah, rumah tangga yang datar-datar saja dan tidak diwarnai
dengan sedikit pertengkaran- pertengkaran kecil layaknya sayur tanpa garam.


salam
Afda

Daily Wisdom Words (179)

Semua manusia pernah melakukan kesalahan, dan hanya orang bijaklah
yang mau belajar kepada kesalahannya. (SIr WInston CHurchill)

Belajarlah dari masa lalu, lakukanlah hari ini, dan berharaplah untuk hari
esok. Yang penting jangan pernah berhenti mempertanyakan sesuatu.
(ALbert EInstein)

Kesabaran itu rasanya pahit, tetapi buahnya manis. Pahit diawal dan
manis melebihi madu di akhir ( JEan JAcques ROusseau)

Puncak kebahagiaan akan bisa diraih seseorang, jika dirinya
sudah siap menjadi diri sendiri. (ERasmus)

Eidur Gudjohnsen
Metode Pep = Jose

Sukses sebuah klub tentu tak lepas dari metode yang diterapkan sang pelatih dalam menggembleng anak didiknya. Semakin lengkap sektor yang dicakup sang peracik strategi, semakin besar pula peluang klubnya untuk menggapai kesuksesan.

Eidur Gidjohnsen, ciptakan dua gol setelah berbincang khusus dengan Pep. (Foto: Getty Images)

Tentu masih segar dalam ingatan kita bagaimana sensasi yang diperlihatkan Turkiye di Euro 2008. Faktor pemain mungkin hanya memegang 30% dari langkah gemilang Turki menuju babak semifinal. Sisanya? Faktor Fatih Terim.

Sosok pelatih kharismatik nan kontroversial ini bisa dibilang menyumbang 70% dari kesuksesan Turkiye. “Jika kita tak bisa mengalahkan mereka, maka setidaknya jangan biarkan mereka mengalahkan kita. Kita tak boleh kalah!” begitulah kira-kira ritual Terim sebelum pertandingan.

Bagi tim seperti Turki, yang dihuni mayoritas pemain nonbintang, cara Terim mungkin tepat. Paling tidak hasilnya telah terlihat positif meski Terim sendiri kerap melalui "perkelahian" melawan pers akibat komentar meledak-ledak dan gaya arogannya.

Beda pelatih, tak sama pula gaya yang dibawa. Jika penyampaian ala Terim ini dipraktikkan di klub atau timnas yang dijejali penuh pemain bintang, layaknya Chelsea, Internazionale, Real Madrid, atau Barcelona, bisa-bisa ocehan Terim tak digubris.

Sebagai pembanding, kita bisa lihat metode Pep Guardiola di Barcelona, yang “dibocorkan” Eidur Gudjohnsen. Dalam wawancaranya dengan elmundodeportivo, bomber Islandia yang belakangan lebih sering bermain di posisi gelandang itu mengungkapkan bahwa gaya “berteman” Pep menjadi kunci sukses Barca di awal musim 08/09.

“Guardiola adalah pelatih yang sangat memfokuskan hal-hal mendetail. Dia mengerti betul bagaimana perasaan para pemain di setiap waktu. Mungkin ini karena ia dulu pemain besar yang pernah merasakan segala rupa kondisi. Pep dan tim pelatihnya juga sangat siap dan sangat kompak,” kata Eidur.

Menurut Eidur, metode Pep mengingatkannya pada gaya melatih Jose Mourinho. “Saya tak bisa memprediksi apa yang akan didapat Pep di bangku pelatih. Tapi, yang bisa saya katakan adalah keduanya (Pep dan Jose) sama-sama menyukai perbincangan dengan pemain, memiliki mentalitas kuat, dan punya ide-ide brilian. Selain itu, Ada respek tinggi buat Pep di ruang ganti,” lanjut Eidur, yang sempat dilatih Jose di Chelsea.

Obrolan dari hati ke hati diyakini Eidur sebagai pemantik dua gol yang ia ciptakan di dua laga terakhir Barca. “Pep mengatakan bahwa di Barcelona tak ada tim inti. Yang ada cuma sekumpulan pemain berkualitas yang dibutuhkan tim. Ini membuat mental saya kembali tumbuh,” kata Eidur lagi.

Hingga detik ini, perbedaan mencolok yang memisahkan Pep dan Jose adalah gelar liga yang telah dikoleksi. Tapi, berbekal metode yang sama, bisa jadi Pep bakal menyamai catatan Mourinho pula. (Sapto Haryo Rajasa)

Tidak ada komentar: