Sewaktu kita duduk di taman kanak-kanak, kita berpikir kalau seorang teman yang baik adalah
teman yang meminjamkan krayon warna merah ketika yang ada hanyalah krayon warna hitam.
Di sekolah dasar, kita lalu menemukan bahwa seorang teman yang baik adalah
teman yang mau menemani kita ke toilet, menggandeng tangan kita sepanjang koridor menuju kelas,
membagi makan siangnya dengan kita ketika kita lupa membawanya.
Di sekolah lanjutan pertama, kita punya ide kalau seorang teman yang baik adalah teman yang mau menyontekkan PR-nya pada kita, pergi bersama ke pesta dan menemani kita makan siang.
Di SMA, kita merasa kalau seorang teman yang baik adalah teman yang mengajak kita mengendarai mobil barunya, meyakinkan orang tua kita kalau kita boleh pulang malam sedikit,
mau mendengar kisah sedih saat kita putus dari pacar,
Di masa berikutnya, kita melihat kalau seorang teman yang baik adalah teman yang selalu ada
terutama di saat-saat sulit kita, membuat kita merasa aman melalui masa-masa seperti apapun, meyakinkan kita kalau kita akan lulus dalam ujian s id ang sarjana kita.
Dan seiring berjalannya waktu kehidupan, kita menemukan kalau seorang teman yang baik adalah teman yang selalu memberi kita dua pilihan yang baik, merangkul kita ketika kita menghadapi masalah yang menakutkan, membantu kita bertahan menghadapi orang-orang yang hanya mau mengambil
keuntungan dari kita, menegur ketika kita melalaikan sesuatu, mengingatkan ketika kita lupa, membantu meningkatkan percaya diri kita, menolong kita untuk menjadi seseorang yang lebih baik, dan terlebih lagi... menerima diri kita apa adanya...
Thanks for being my friend...
A lot of little heart to my frenzzz!!!
Friends are like balloons; once you let them go, you can't get them back. So I'm gonna tie you to my heart so I never lose you. Send this to all your friends including me and see how many you get back.
----------------
Setelah sebuah pujian dinaikkan seperti biasanya pada kebaktian minggu
sore, gembala gereja itu berdiri dan berjalan ke mimbar. Ia
memperkenalkan seseorang yang akan bercerita kepada jemaat tentang
masa kecilnya. Lalu seseorang yang agak tua berdiri dan berjalan ke
mimbar. Ia memulai dengan berkata,"Seorang ayah, anaknya dan teman
anak itu berlayar di lautan pasifik,"lanjutnya, "saat badai yang besar
menghantam dan ombak begitu tinggi, sang ayah tidak dapat menahan
kapalnya dari badai besar itu, walaupun ia adalah seorang pelaut yang
handal. Ketiganya terhempas ke lautan bebas."
Orang tua itu terdiam sejenak, sambil membuat kontak mata dengan dua
orang pemuda yang sejak awal tampak tertarik dengan ceritanya. Dia pun melanjutkan, "sang ayah berusaha menggapai pelampung, namun ia harus membuat keputusan yang tersulit dalam hidupnya. Kepada siapa ia harus melemparkan satu-satunya pelampung itu. Anaknya atau teman anaknya.
Dia hanya punya beberapa detik saja untuk memutuskan."
"ayah itu tahu kalau anaknya adalah seorang percaya, namun teman
anaknya bukanlah seorang Kristen. Kegalauan gejolak hatinya untuk
mengambil keputusan tidak sebanding dengan gejolak ombak yang begitu besarnya saat itu. Dan ketika sang ayah berteriak,"Aku mengasihimu, anakku!" dia pun melemparkan pelampung itu ke arah teman anaknya. Pada saat itu dia menarik pelampung dan teman anaknya ke atas perahu, anaknya telah hilang dan lenyap ditelan ombak dalam gelapnya malam. Dan tubuh anaknya tidak pernah ditemukan."
"si ayah mengetahui kalau anaknya akan masuk ke dalam kekekalan
bersama Yesus dan ia tidak dapat membayangkan teman anaknya itu masuk ke dalam kekekalan tanpa Yesus. Karena itu, dia mengorbankan anaknya.
Oh, betapa luar biasanya kasih Tuhan karena Ia juga melakukan hal yang
sama untuk kita!"
Beberapa menit setelah kebaktian usai, dua anak muda itu menghampiri
orang tua itu. "itu merupakan cerita yang sungguh luar biasa,"kata
salah satu anak itu,"tetapi kupikir, sangat tidak masuk akal bagi
seorang ayah untuk menyerahkan hidup anaknya dengan harapan bahwa anak yang satunya akan menjadi seorang kristen. "orang tua itu menatap alkitabnya, lalu menjawab dengan senyuman di wajahnya,"hal itu memang sungguh tidak masuk akal bukan? Tapi saya ada disini hari ini untuk memberitahukan bahwa kenyataannya cerita itu memberi saya sebuah gambaran mengenai Tuhan yang telah memberikan anakNya untukku.
Kalian tahu, anak-anak--- aku adalah teman dari anaknya."camkan hal
ini, kamu bisa hidup, karena ada seseorang yang sudah mati buatmu 2000 tahun yang lalu. Kebebasanmu itu berharga mahal.
"Nothing in life is so hard that you can't make it easier by the way you take it."
Ellen Glasgow
1874-1945, Novelist
Sebuah kisah inspirasional dari negri China
13 tahun yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar